Sabtu, 25 Februari 2012

Al-Habib Imam Abdullah bin Abubakar Alaydrus Akbar

Beliau adalah seorang Sayyid dan Syarif (julukan khusus untuk keturunan Nabi Muhammad SAW) Imam para Wali dan orang-orang sholeh (Al-Qutub) beliau dijuluki
Abu Muhammad dan bergelar Alydrus
Alaydrus artinya ketua orang-orang Tasawuf. Beliau dilahirkan di Kota Tarim pada tanggal 10 Zulhijjah tahun 811 H.
Shohibur Ratib ini belajar Al-Qur’an dari seorang guru besar Syeh Muhammad bin Umar Ba’alawi, dan belajar ilmu Fiqih dari guru-guru ahli Fiqih Syeh Saad bin Ubaidillah bin Abi Ubay Abdullah Bahrawah, Syeh Abdullah Bagasyin, Syeh Abdullah bin Muhammad bin Umar dan lain-lain.
Beliau mempelajari dan memperdalam kitab Tanbih dan Minhaj, beliau sangat senang membaca kita tersebut. 
Beliau mempelajari Tasawuf dan seorang guru Al Imam Syeh Umar Muhdor dan membekali dirinya sebagai seorang syufi (ahli Tasawuf), beliau sangat gemar membaca kitab-kitab karangan Imam Ghozali terutama kitab Ihya Ulumuddin sehingga hampir hafal dan pindah ke batinnya.
Beliau banyak memuji sang pengarangnya, kami diperingatkan beliau segala sesuatu mengenai terjemahan kita Ihya Ulumuddin tersebut.
Shohibur Ratib mempunyai kata-kata hikmah yang sangat tinggi mengenai Tauhid diantaranya beliau mengucapkan “ SEANDAINYA SAYA DISURUH UNTUK MENGARANG DENGAN HANYA HURUF ALIF SERATUS JILID PASTI AKAN SAYA LAKUKAN”.
Diantara karangan Beliau adalah Kitab Alkibritul Ahmar dan syarahnya dalam bentuk syair untuk Paman Beliau Al-Habib Syeh Umar Muhdor.
Antara lain kata-kata beliau “BAGI SAYA SAMA SAJA PUJIAN DAN MAKIAN, LAPAR DAN KENYANG, PAKAIAN MEWAH DAN PAKAIAN RENDAH, LIMA RATUS DINAR ATAUPUN DUA DINAR. SEJAK KECIL HATIKU TIDAK PERNAH CONDONG SELAIN KEPADA ALLAH SWT DAN BAGAIMANA HATIKU BISA TENANG APABILA BADAN SAYA BERBALIK KE KANAN SAYA MELIHAT SURGA DAN APABILA BERBALIK KE KIRI SAYA MELIHAT NERAKA”.
Beliau sangat takut kepada ALLAH SWT , dan sangat tawadhu (merendahkan diri). Beliau tidak pernah merasa dirinya lebih baik, dari siapapun makhluk ALLAH bahkan binatang sekalipun.
Beliau senantiasa bersujud ditanah karena merendahkan dirinya di hadapan ALLAH SWT. Dan beliau selalu membawa sendiri keperluannya dari pasar dan tidak mengizinkan orang lain membawanya dan senantiasa beliau duduk ditempat yang rendah dan senantiasa berjalan kaki ketempat-tempat yang jauh dan kerap kali meminum air hujan. Demikianlah beliau memerangi hawa nafsu keduniaan sejah usia 6 (enam) tahun. Al-Habib Abdullah Alaydrus Akbar berpuasa selama dua tahun dengan buka puasa tidak melebihi dari dua butir korma kecuali dimalam-malam tertentu dimana ibunya datang membawa sedikit makanan untuk Beliau memakannya semata-mata untuk menyenangkan hati ibunya.
Gurunya Habib Syeh Umar Muhdor berkata “ Aku mengawinkan putriku Aisyah dengan keponakanku HabibAbdullah Alaydrus Akbar disebabkan Aku mendapatkan isyarat dari sesepuhku (pendahuluku)”
Al-Habib Muhammad bin Hasan Almu’alim Ba’alawi berkata “ AL-HABIN ABDULLAH ALAYDRUS AKBAR MENDAPATKAN SESUATU (MAQOM/ WILAYAH) YANG TIDAK DIDAPATI OLEH ORANG LAIN. BAIK SEBELUM MAUPUN SESUDAHNYA”.

Makam Alhabib Al-Habib Abdullah Alaydrus Akbar telah mendapat pujian dari orang besar, para wali dan para guru, antara lain : kakeknya sendiri Al Imam Abdurrahman bin Muhammad Assegaf, ayahnya Al-Habib Abubakar Assakran, Syeh Saad bin Ali Al Majhaj, dan juga Syeh Abdullah bin Tohir Al Douanidan, pemuka sufi wanita Al Zubaidiah, Syeh Ahmad bin Muhammad Al-Jabaruti, Syeh Umar bin Said Bajabir. Syeh Husain Al Ghorib, Syeh Ma’aruf bin Muhammad Ba’Abbad, Syeh Muhammad Baharmuz, Syeh Abdurrahman Al Khotib pengarang kitab Al Jauhar, tidak menyebutkan seorangpun (dalam kitabnya) dari yang hidup selain Beliau Al-Habib Imam Abdullah Alaydrus Akbar (Shohibur Ratib).
Beberapa pengarang kitab yang bermutu memuji dan meriwayatkan Beliau diantaranya Al Yafii dalam Kitab Uqbal Barahim Al Musyaraqah, muridnya Al Imam Al Habib Unmar Bin Abdurrahman Ba Alawi dalam kitabnya Al Hamrah dan Syech Abdillah Bin Abdurrahman Bawazier, daalm kitab Al Tuhfa, mereka mengytraknab Mankib (Riwayat Singkat), kewalian dan kramat-kramat yang sebagaian terjadi sebelum dan sesudah Beliau dilahirkan.
Sebagaian para wali mimpi berteme Nabi Muhammad SAW, yang memuji Al Habib Al-Imama Abdullah Alaydrus AQkbar dengan sabdanya “INI ANAKKU, INI AHLI WARISKU, INI DARAHKU DAGINGKU, ORANG-ORANG BESAR AKN MEMPELAJARI ILMU THAREQAT DARINYA”.
Diantara yang mengambil dan belajar thareqat dari Habib Abdullah Alydrus Akabar antara lian saudaranya vsendiri Habib Ali Bin Abi Bakr Syakran, Habib Umar Ba’alawi, (pengarang kitab Alhamrah) dan pengarang kitab Faturrohim Al Rahman, Syech Abdullah Bin Abdul Rahaman Bawazier Al Alamah, Syech Abdullah Bin Ahmad Baksir Al Makki, dan ringkasnya kebaikan dan akhlak Beliau tidak terlukiskan, sedangkan ilmu dan karomahnya laksana lautan.
Al Habib Imam Abdullah Alaydrus Bin Abi Bakar Alaydrus (Shohibur Raatib) wafat pada hari Ahad sebelum waktu Zhuhur tanggal 12 Romahdon 865 H. dalam perjalanan dakwahnya dikota Syichir tepatnya didaerag Abul. Dimakamkan dikota Tarim dan dinagun Kubah diatas pusaranya, Beliau wafat dalam usia 54 tahun.
Belai meninggalkan delapn anak, empat putera dan empat puteri. Putranya : Abubakar Al Adni, Alwi, Syech, Husain.
Putrinya : Roqgayah, Khodijah, Umul Kultsum, Bahiya.
Ibu Beliau adalh yang bernama Mariam dari seorang yang Zuhud / Shaleh bernmama Syech Ahmad Bin Muhammad Barusyaid.
Al Habib Muhammad Bin Hasan Al Mualim bberkata “ SAYA MENDENGAR BISIKAN YANG MENGATAKAN “ BILA KAMU INGIN MELIHAT SEORANG AHLI SORGA, MAKA LIHATLAH MUHAMMAD BARUSSYAID”!! (DIRIWAYATKAN OLEH AL IMAM Al – HABIB MUHAMMAD BIN ALI MAULA AIDIED)”.
Sewaktu Al Habib Imam Abdurrahman Bin Muhammad Assegaf wafat usia Al Habib Abdullah Alaydrus Akbar 8,5 tahun. Dan pada waktu Ayahnya Belai wafat (Abu Bakar Syakran) dan umur Beliau berusia 11 tahun setelah Ayahnya wafat Beliau tinggal dan dididik oleh Pamannya Syech Al Habib Umar Muhdar yang kemudian menikahkannya dengan puterinya Aisyah, pada saat Al Habib Umar Muhdar Bin Abdulrahman Assegaf wafat Al Habib Abdullah Alaydrus Akbar kurang lebih berumur 23 tahun.
Dan ucapan Shohibur Raatib kepada murid-muridnya :
BARANG SIAPA YANG MASUK DALM PENDENGARAN YANG SIA-SIA, MKA IA TELAH BERADA DALM KERUGIAN YANG BESAR.
NASEHAT-NASEHAT BELIAU YANG TERTUANG DALAM KITAB ALKIBRATUL AHMAR:
  • Peraslah jasadmu dengan mujahadah (memerangi hawa nafsu dunia) sehingga keluar minyak kemurnian.
  • Barangsiapa yang menginginkan keridhoan ALLAH hendaklah mendekatkan diri kepada ALLAH SWT, karena keajaiban dan kelembutan dari ALLAH SWT pada saat di akhir malam.
  • Siapapun dengan kesungguhan hati mendekatkan diri pada ALLAH maka terbukalah khazanah ALLAH
  • Diantara waktu yang bernilai tinggi merupakan pembuka perbendaharaan Ilahi diantara Zuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya dan tengah malam terkakhir sampai ba’da Sholat Shubuh.
  • Sumber segala kebaikan dan pangkal segala kedudukan dan keberkahan akan dicapai melalui ingat mati, kubur dan bangkai
  • Keridhoan ALLAH dan RosulNya terletak pada muthalaah (mempelajari dan memperdalam) Al-Qur’an dan Hadits serta kitab-kitab agama Islam.
  • Meninggalkan dan menjauhi ghibah (menggunjingkan orang) adalah raja atas dirinnya, menjauhi namimah (mengadu domba) adalah ratu dirinya, baik sangka kepada orang lain adalah wilayah dirinya, duduk bercampur dalam majlis zikir adalah keterbukaan hatinya
  • Kebaikan seluruhnya bersumber sedikit bicara (tidak bicara yang jelek) didalam bertafakur tentang Ilahi dan ciptaaNya terkandung banyak rahasia
  • Jangang kau abaikan sedekah setiap hari sekalipun sekecil atom, perbanyaklah membaca Al-Qur’an setiap siang dan malam hari.
  • Ciri-ciri orang yang berbahagia adalah mendapatkan taufik dalam hidupnya banyak ilmu dan amal serta baik perangai tingkah lakunya.
  • Orang yang berakal ialah orang yang diam (tidak bicara sembarangan)
  • Orang yang takut kepada ALLAH ialah orang yang banyak sedih (merasa banyak bersalah)
  • Orang yang roja’ (mengharap ridho ALLAH) ialah orang yang melakukan ibadah
  • Orang mulia ialah orang yang bersungguh-sungguh dalam kebaikan dalam ridha ALLAH SWT yang didambakan dalam hidupnya
  • Orang yang bertaubat ialah yang banyak menyesali perbuatannya, menjauhi pendengarannya yang tidak bermanfaat dan mendekatkan diri kepada ALLAH terutama di masa sekarang.

NARA SUMBER :  
KITAB AINIYA : Al-Habib Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad
SYARAH KITAB AINIYAH : Al-Habib Imam Ahmad Zein Al-Habsyi
DIKUTIP KEMBALI OLEH : Habib Mustafa Abdullah Alaydrus

Jumat, 24 Februari 2012

Wali Yang Bertabur Karamah

Salah seorang wali dan ulama dari Ahlil Bait Ba’alawi yang bertabur karamah adalah Habib Abdurrahman bin Muhammad As-Saqqaf. Beliau mendapat julukan As-Saqqaf, yang berarti atapnya para wali dan orang-orang shalih pada masanya

Ulama dari Tarim, Hadramaut ini dikenal sebagai wali yang bertabur karamah. Salah satunya adalah sering dilihat banyak orang sedang hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Ulama ini juga dikenal sebagai ulama yang kuat bermujahadah. Beliau pernah tidak tidur selama 33 tahun. Dikabarkan, dia sering bertemu dengan Nabi SAW dan sahabatnya dalam keadaan terjaga setiap malam Jum’at, Senin dan Kamis, terus-menerus.

Habib Abdurrahman As-Saqqaf adalah seorang ulama besar, wali yang agung, imam panutan dan guru besar bagi para auliya al-‘arifin. Ia dilahirkan di kota Tarim, Hadramaut pada 739 H. Ibunya bernama Aisyah binti Abi Bakar ibnu Ahmad Al-Faqih Al-Muqaddam.
Pada suatu hari, salah seorang santri yang bernama Muhammad bin Hassan Jamalullail saat di masjid merasa sangat lapar sekali. Waktu itu, sang santri malu untuk mengatakan tentang keadaan perutnya yang makin keroncongan. Rupanya sang guru itu tahu akan keadaan santrinya. Ia kemudian memanggil sang santri untuk naik ke atas loteng masjid. Anehnya, di hadapan beliau sudah terhidang makanan yang lezat.

“Dari manakah mendapatkan makanan itu?” tanya Muhammad bin Hassan Jamalullail.“Hidangan ini kudapati dari seorang wanita,” jawabnya dengan enteng. Padahal, sepengetahuan sang santri, tidak seorangpun yang masuk dalam masjid.

Bila malam telah tiba, orang yang melihatnya seperti habis melakukan perjalanan panjang di malam hari, dikarenakan panjangnya shalat malam yang beliau lakukan. Bersama sahabatnya, Fadhl, pernah melakukan ibadah di dekat makam Nabiyallah Hud AS berbulan-bulan. Dia dan sahabatnya itu terjalin persahabatan yang erat. Mereka berdua bersama-sama belajar dan saling membahas ilmu-ilmu yang bermanfaat.

Banyak auliyaillah dan para sholihin mengagungkan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Ia tidaklah memutuskan suatu perkara terhadap seseorang, kecuali setelah mendengar isyarat dari Yang Maha Benar untuk melakukan sesuatu. Berkata As-Sayyid Al-Jalil Muhammad bin Abubakar bin Ahmad Ba’alawy, “Ketika Habib Abdurrahman telah memutuskan suatu perkara bagiku, maka hilanglah seketika dariku rasa cinta dunia dan sifat-sifat yang tercela, berganti dengan sifat-sifat yang terpuji.”

Sebagaimana para auliya di Hadramaut, ia juga suka mengasingkan diri untuk beribadah di lorong bukit An-Nu’air dan juga sekaligus berziarah ke makam Nabi Hud AS. Seorang muridnya yang lain bernama Syeikh Abdurrahim bin Ali Khatib menyatakan,“Pada suatu waktu sepulangnya kami dari berziarah ke makam Nabi Hud a.s. bersama Habib Abdurrahman, beliau berkata, “Kami tidak akan shalat Maghrib kecuali di Fartir Rabi’. Kami sangat heran sekali dengan ucapan beliau. Padahal waktu itu matahari hampir saja terbenam sedangkan jarak yang harus kami tempuh sangat jauh. Beliau tetap saja menyuruh kami berjalan sambil berzikir kepada Allah SWT. Tepat waktu kami tiba di Fartir Rabi’, matahari mulai terbenam. Sehingga kami yakin bahwa dengan karamahnya sampai matahari tertahan untuk condong sebelum beliau sampai di tempat yang ditujunya.”

Diriwayatkan pula pada suatu hari beliau sedang duduk di depan murid-murid beliau. Tiba-tiba beliau melihat petir. Beliau berkata pada mereka: “Bubarlah kamu sebentar lagi akan terjadi banjir di lembah ini”. Apa yang diucapkan oleh beliau itu terjadi seperti yang dikatakan.

Suatu waktu Habib Abdurrahman As-Saqqaf mengunjungi salah seorang isterinya yang berada di suatu desa, mengatakan pada isterinya yang sedang hamil, ”Engkau akan melahirkan seorang anak lelaki pada hari demikian dan akan mati tepat pada hari demikian dan demikian, kelak bungkuskan mayatnya dengan kafan ini.”

Habib Abdurrahman bin Muhammad As-Saqqaf kemudian memberikan sepotong kain. Dengan izin Allah isterinya melahirkan puteranya tepat pada hari yang telah ditentukan dan tidak lama bayi yang baru dilahirkan itu meninggal tepat pada hari yang diucapkan oleh beliau sebelumnya.

Menolong Perahu yang bocor di tengah lautan Pernah suatu ketika, ada sebuah perahu yang penuh dengan penumpang dan barang tiba-tiba bocor saja tenggelam. Semua penumpang yang ada dalam perahu itu panik. Sebahagian ada yang beristighatsah (minta tolong) pada sebahagian wali yang diyakininya dengan menyebut namanya. Sebahagian yang lain ada yang beristighatsah dengan menyebut nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Orang yang menyebutkan nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf itu bermimpi melihat beliau sedang menutupi lubang perahu yang hampir tenggelam itu dengan kakinya, hingga selamat. Cerita itu didengar oleh orang yang kebetulan tidak percaya pada Habib Abdurraman As-Saqqaf.

Selang beberapa waktu setelah kejadian di atas orang yang tidak percaya dengan Habib Abdurrahman itu tersesat dalam suatu perjalanannya selama tiga hari. Semua persediaan makan dan minumnya habis. Hampir ia putus asa. Untunglah ia masih ingat pada cerita istighatsah dengan menyebut Habib Abdurrahman As-Saqqaf, yang pernah didengarnya beberapa waktu yang lalu. Kemudian ia beristighatsah dengan menyebutkan nama beliau. Dan ia bernazar jika memang diselamatkan oleh Allah SWT dalam perjalanan ini ia akan patuh dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Belum selesaimenyebut nama beliau tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memberinya buah kurma dan air. Kemudian ia ditunjukkan jalan keluar sampai terhindar dari bahaya.

Karamah yang lain dari Habib Abdurrahman As-Saqqaf, juga dibuktikan oleh salah seorang pelayan rumahnya. Salah seorang pelayan itu suatu ketika di tengah perjalanan dihadang oleh perampok. Kendaraannya dan perbekalannya kemudian dirampas oleh seorang dari keluarga Al-Katsiri. Pelayan yang merasa takut itu segera beristighatsah menyebut nama Habib Abdurrahman untuk minta tolong dengan suara keras. Ketika orang yang merampas kendaraan dan perbekalan sang pelayan tersebut akan menjamah kendaraan dan barang perbekalannya tiba-tiba tangannya kaku tidak dapat digerakkan sedikitpun. Melihat keadaan yang kritis itu si perampas berkata pada pelayan yang dirampas kendaraan dan perbekalannya.

“Aku berjanji akan mengembalikan barangmu ini jika kamu beristighatsah sekali lagi kepada syeikhmu yang kamu sebutkan namanya tadi,” kata sang perampok.

Si pelayan segera beristighatsah mohon agar tangan orang itu sembuh seperti semula. Dengan izin Allah tangan si perampas itu segera sembuh dan barangnya yang dirampas segera dikembalikan kepada si pelayan. Waktu pelayan itu bertemu dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf, beliau berkata, “Jika beristighatsah tidak perlu bersuara keras, karena kami juga mendengar suara perlahan.”

Itulah beberapa karamah yang ditujukan kepada ulama yang bernama lengkap Habib Abdurrahman As-Saqqaf Al-Muqaddam Ats-Tsani bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahibud Dark bin Alwi Al-Ghuyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, dan terus bersambung nasabnya sampai Rasulullah SAW.

Julukan As-Saqqaf berasal dari kata as-saqfu (atap), yang berarti atapnya para wali dan orang-orang shalih pada masanya. Itu menandakan akan ketinggian ilmu dan maqam yang tinggi, bahkan melampaui ulama-ulama besar di jamannya. Dia juga mendapat julukan Syeikh Wadi Al-Ahqaf dan Al-Muqaddam Ats-Tsani Lis Saadaati Ba’alwi (Al-Muqaddam yang kedua setelah Al-Faqih Al-Muqaddam). Sejak itu, gelar Assaqqaf diberikan pada beliau dan seluruh keturunannya.

Sejak kecil ia telah mendalami berbagai macam ilmu dan menyelami berbagai macam pengetahuan, baik yang berorientasi aql (akal) ataupun naql (referensi agama). Ia menghafal Al-Qur’an dari Syeikh Ahmad bin Muhammad Al-Khatib, sekaligus mempelajari ilmu Tajwid dan Qira’at. Ia juga berguru kepada Asy-Syeikh Muhammad ibnu Sa’id Basyakil, Syeikh Muhammad ibnu Abi Bakar Ba’ibad, Syeikh Muhammad ibnu Sa’id Ka’ban, Syeikh Ali Ibnu Salim Ar-Rakhilah, Syeikh Abu Bakar Ibnu Isa Bayazid, Syeikh Umar ibnu Sa’id ibnu Kaban, Syeikh Imam Abdullah ibnu Thohir Addu’ani dan lain-lain.

Dia mempelajari kitab At-Tanbih dan Al-Muhadzdzab karangan Abi Ishaq. Ia juga menggemari kitab Ar-Risalah Al-Qusyairiyah dan Al ’Awarif karya As-Samhudi. Tak ketinggalan ia juga mempelajari kitab-kitab karangan Imam Al-Ghazali seperti Al-Basith, Al-Wasith, Al-Wajiz, Al-Khulashoh dan Ihya Ulumiddin. Serta kitab karangan Imam Ar-Rofi’iy seperti Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz dan Al-Muharror.

Habib Abdurrahman As-Saqqaf selalu membaca Al-Qur’an setiap siang dan malamnya dengan 8 kali khataman, 4 di waktu malam dan 4 di waktu siang. Yang di waktu siang beliau membacanya 2 kali khatam dari antara setelah Subuh sampai Dhuhur, 1 kali khatam dari antara Dhuhur sampai Ashar (itu dibacanya dalam 2 rakaat shalat), dan 1 kali khataman lagi setelah shalat Ashar.

Setiap kali menanam pohon kurma, beliau membacakan surat Yasin untuk setiap pohonnya. Setelah itu dibacakan lagi 1 khataman Al-Qur’an untuk setiap pohonnya. Setelah itu baru diberikan pohon-pohon kurma itu kepada putra-putrinya.

Beliau wafat di kota Tarim pada hari Kamis, 23 Sya’ban tahun 819 H (1416 M). Ketika mereka hendak memalingkan wajah beliau ke kiblat, wajah tersebut berpaling sendiri ke kiblat. Jasad beliau disemayamkan pada pagi hari Jum’at, di pekuburan Zanbal,Tarim. Beliau meninggalkan 13 putra dan 7 putri.


Wallahu a'lam.

Rabu, 22 Februari 2012

habib umar bin hafizd

Kisah Dajjal ketika Terbelenggu di Sebuah Pulau pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam

Hadist Mengenai Kisah Dajjal ketika Terbelenggu di Sebuah Pulau pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Amir bin Syurahil Asy-Sya’bi suku Hamdan, bahwa ia pernah bertanya kepada Fatimah binti Qais, saudara wanita Adh-Dhahhak bin Qais, salah seorang muhajirah (peserta hijrah wanita) angkatan pertama. Amir berkata kepada Fatimah, “Sampaikanlah kepadaku sebuah hadits yang engkau dengar dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam secara langsung tanpa melalui orang lain.” Fatimah menjawab, “Jika engkau menginginkan akan saya lakukan.” Amir berkata, “Benar, ceritakanlah kepadaku.” Fatimah berkata, “Dahulu saya kawin dengan Ibnul Mughirah, salah seorang pemuda Quraisy yang baik pada waktu itu, lalu ia gugur dalam jihad pertama bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Ketika saya menjanda, saya dilamar oleh Abdur Rahman bin Auf, salah seorang kelompok sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meminangku untuk mantan budaknya yang bernama Usamah bin Zaid, sedangkan saya pernah mendapatkan berita bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda, “Barangsiapa yang mencintai aku hendaklah ia mencintai Usamah.”
Maka ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan pinangannya kepada saya, saya berkata, “Urusanku berada di tanganmu, karena itu nikahkanlah saya dengan siapa saja yang engkau kehendaki.” Lalu beliau bersabda, “Pindahlah ke rumah Ummu Syarik.” Dan Ummu Syarik ini adalah seorang wanita yang kaya dari kalangan Anshar yang suka melakukan infaq di jalan Allah dan biasa dikunjungi tamu-tamu. Lalu saya berkata, “Akan saya laksanakan.” Kemudian beliau bersabda, “Jangan kau lakukan, sesungguhnya Ummu Syarik itu seorang wanita yang sering didatangi tamu-tamu, dan aku tidak suka kerudung (jilbab)mu terlepas atau pakaianmu terbuka dan tampak betismu, lalu dilihat oleh kaum itu apa yang tidak engkau sukai. Teteapi berpindahlah ke rumah putra pamanmu yaitu Abdullah bin Amr Ibnu Ummi Maktum” (seorang lelaki dari Banih Fihr, Yaitu Fihr Quraisy, yang dari kalangan merekalah Abdullah dan Fatimah ini dilahirkan). Lalu saya – kata Fatimah melanjutkan – pindah ke sana.
Ketika masa ‘iddah ku telah habis, saya mendengar tukang seru Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menyerukan Ash-Shalaatu Jaami’ah (Shalatlah dengan berjama’ah). Lalu saya pergi ke Masjid dan shalat bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dansay berada di shaf wanita yang ada di belakang shaf laki-laki. Ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam usai melakukan shalat, beliau duduk di atas mimbar sambil tersenyum seraya berkata, “Hendaklah tiap orang-orang tetap berada di tempat shalatnya.” Kemudian beliau melanjutkan, “Tahukah kamu, mengapa saya kumpulkan kamu?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengerti.” Beliau bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku tidak mengumpulkan kalian karena senang atau benci. Aku kumpulkan kalian karena Tamim ad-Dari, seorang pengikut Nasrani, telah berbai’at masuk Islam dan dia bercerita kepadaku tentang suatu masalah yang sesuai dengan apa yang pernah aku sampaikan kepada kalian mengenai Masih Ad-Dajjal. Ia bercerita bahwa ia pernah naik perahu bersama tiga puluh orang yang terdiri atas orang-orang yang berpenyakit kulit dan lepra. Lalu mereka dihempas ombak selama sebulan di laut, kemudian mereka mencari perlindungan ke sebuah pulau di tengah lautan hingga sampai di daerah terbenamnya matahari. Lantas mereka menggunakan sampan kecil dan memasuki pulau tersebut. Di sana mereka berjumpa seekor binatang yang bulunya sangat lebat hingga tidak kelihatan mana qubulnya dan mana duburnya, karena lebat bulunya. Mereka berkata pada binatang tersebut, “Busyet kamu! Siapa kamu?” Binatang itu menjawab,” Aku adalah Al-Jassasah.” Mereka bertanya, “Apakah Al-Jassasah itu?” Dia menjawab, “Wahai kaum pergilah kepada orang yang berada di dalam biara ini, karena ia sangat merindukan berita kalian.” Kata Tamim, “Ketika binatang itu menyebut seseorang kami menjauhinya, karena kami takut binatang itu adalah setan. Lalu kami berangkat cepat-cepat hingga kami memasuki biara tersebut, tiba-tiba di sana ada seorang laki-laki yang sangat besar tubuhnya dan tegap tubuhnya, kedua tangannya dibelenggu ke kuduknya, antara kedua lututnya dan mata kakinya dirantai dengan besi. Kami bertanya, “Siapakah engkau ini?” Dia menjawab, “Kalian dapat menguak beritaku, karena itu beritahukanlah kepadaku siapakah sebenarnya kalian ini?” Mereka mnejawab, kami adalah orang-orang dari Arab. Kami naik perahu dan kami terkatung-katung di laut dipermainkan ombak selama satu bulan, kemudian kami mencari tempat berlindung ke pulaumu ini, dengan menaiki sampan kecil yang ada di sini lantas kami masuk pulau ini, dan kami bertemu seekor binatang yang bulunya sangat lebat hingga tidak kelihatan mana qabulnya dan mana duburnya karena lebat bulunya. Lalu kami bertanya, “Busyet kamu! Siapa kamu?” Binatang itu menjawab,” Aku adalah Al-Jassasah.” Mereka bertanya, “Apakah Al-Jassasah itu?” Dia menjawab, “Wahai kaum pergilah kepada orang yang berada di dalam biara ini, karena ia sangat merindukan berita kalian.” Lalu kami bergegas menemui dan meninggalkan dia, dan kami merasa tidak aman karena jangan-jangan dia itu setan.”
Dia (lelaki itu) berkata, “Tolong kabarkan kepada kami tentang desa Nakh Baisan.” Kami bertanya, “Tentang apanya?” Ia berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya pohon-pohon kurman akan tidak berbuah lagi.” Dan dia bertanya lagi, “Tolong beritahukan kepadaku tentang danau Ath-Thabariah.” Kami bertanya, “Tentang apanya?” Dia bertanya, “Apakah ada airnya.” Kami menjawab, “Airnya banyak sekali.” Dia berkata, “Ketahuilah airnya akan habis.” Selanjutnya dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang negeri ‘Ain Sughar.” Kami bertanya, “Tentang apanya?” DIa menjawab, “Apakah sumbernya masih mengeluarkan air yang dapat digunakan penduduknya untuk menyiramkan tanamannya.” Kami menjawab, “Airnya banyak sekali dan penduduknya menggunakannya untuk menyiram tanaman mereka.” Dia berkata lagi, “Tolong beritahukan kepadaku tentang Nabi orang Ummi, apakah yang dilakukannya?” Kami menjawab, “Beliau telah berhijrah meninggalkan Mekkah ke Yastrib.” Dia bertanya, “Apakah orang-orang Arab memeranginya?” Kami menjawab, “Ya.” DIa bertanya lagi, “Apakah yang dilakukannya terhadap mereka?” :Lalu kami beritahukan bahwa beliau menolong orang-orang Arab yang mengikuti beliau dan mereka mamatuhi beliau. Dia bertanya, “Apakah benar demikian?” Kami menjawab, “Benar.” Dia berkata, “Ketahuilah bahwasanya lebih baik bagi mereka untuk mematuhinya. Dan perlu saya beritahukan kepada kalian bahwa saya adalah Al-Masih (Ad-Dajjal). Dan saya akan diizinkan keluar, yang nantinya saya akan berkelana di muka bumi, maka tidak ada satupun desa melainkan saya singgahi selama empat puluh malam kecuail Mekkah dan Thaibah (Madinah), karena kedua kota ini diharamkan atas saya. Setiap saya hendak memasuki salah satunya, saya dihadang oleh seorang Malaikat yang menghunus pedang, dan tiap-tiap lorongnya ada Malaikat yang menjaganya.”
Fatimah berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabada sembari mencocokkan (menusukkan) tongkat kecilnya di mimbar, ‘Inilah Thaibah, inilah Thaibah, inilah Thaibah, yakni Madinah.’” Ingatlah, bukanlah aku telah memberitahukan kepadamu tentang itu?” Orang-orang menjawab, “Ya.” Selanjutnya beliau bersabda, “Saya heran terhadap cerita Tamim yang sesuai dengan yang apa saya ceritakan kepada kalian, juga tentang kota Madinah dan Makkah. Ketahuilah bahwa dia ada di laut Syam atau di Laut Yaman. Oh tidak, tetapai ia akan datang dari arah timur, arah timur, arah timur.” Dan beliau berisyarat dengan tangan beliau menunjuk ke arah timur. Fatimah berkata, “Maka saya hafal ini dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.”
Ibnu Hajar berkata, “Sebagian ulama beranggapan bahwa hadist Fatimah binti Qais ini adalah sebagai Hadits Gharib yang hanya diriwayatkan oleh perseorangan, padahal sebenarnya tidak demikian. Hadist ini disamping diriwayatkan dari Fatimah binti Qais juga diriwayatkan dari Abu Hurairah, Aisyah dan Jabir (Fathul Bahri 13: 328 )
Fitnah dan Petaka Akhir Zaman, Abu Fathiah Al-Adnani, Cetakan 1, Hal 220-224
———————————————
Karena tulisan ini adalah tulisan dengan statistik paling banyak dikunjungi, mungkin karena judulnya ada tulisan Kisah Dajjal, sehingga dengan keyword dari Google yaitu Kisah Dajjal, akan merujuk ke tulisan ini.
Oleh karena itu, pada tulisan ini akan saya tambahkan informasi lain mengenai Dajjal. Update tulisan ini akan dilakukan secara bertahap.
——————————————–
Dari Nawwas bi Sam’an disebutkan: Di suatu pagi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menceritakan tentang Dajjal dengan suara pelan, lalu suaranya meninggi seolah-olah Dajjal telah berada di salah satu kebun kurma ( di kota Madinah ). Kami beranjak dari majelis Beliau, kemudian kami datang lagi. Sepertinya Beliau tahu, lalu berkata, “Ada apa?”
Kami menjawab, “Wahai Rasulullah, tadi pagi engkau menceritakan tentang Dajjal dengan suara pelan lalu meninggikan suara, sehingga kami mengira Dajjal telah muncul di salah satu kebun kurma”. Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ada selain Dajjal yang lebih aku khawatirkan. Jika Dajjal keluar sekarang, aku yang akan menghadapinya, namun jika ia keluar setelah aku tiada, masing-masing kalian menghadapinya. Allah subhana wa ta’ala menjadikan penggantiku pada seorang setiap muslim. Dajjal seorang pemuda berambut keriting, matanya sebelah kanan celek, aku menyerupakannya dengan Abdul Uzza bin Qathan (lelaki Quraisy yang hidup di zaman Jahiliyah). Maka barang siapa yang menemuinya bacalah surat Al-Kahfi. Ia keluar dari sebuah jalan antara Syam dan Iraq, lalu ia berbuat binasa kesana kemari. Hai hamba Allah, tetaplah dalam dien kalian!”
Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, berapa lama ia di bumi? Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Empat puluh hari. Satu harinya seperti setahun, satu harinya seperti sebulan, satu harinya seperti seminggu, sisa harinya seperti hari-hari biasa.” Kami bertanya lagi , “Wahai Rasulullah, satu hari seperti setahun itu, apakah cukup shalat sehari saja?” Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab lagi, ” Tidak, tapi perkirakanlah saja selama setahun. ” Kami bertanya, “Bagaimana kecepatan jalannya?” Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seperti awan ditiup angin. Dajjal mendatangi suatu kaum lalu menyeru mereka, kemudian mereka beriman kepadanya dan mematuhinya. Ia perintahkan langit, lalu turunlah hujan. Ia perintahkan bumi, keluarlah tumbuh-tumbuhan. Punuk unta dan kantung susu hewan ternak penuh berisi. Kemudian ia mendatangi suatu kaum lalu menyeru mereka agar beriman kepadanya, tetapi mereka menolak seruannya. Kemudian ia meninggalkan daerah tersebut, lalu mereka ditimpa kekeringan sampai mereka tidak mempunyai sedikitpun harta. Setelah itu ia melewati gedung yang runtuh dan berkata, ‘Keluarlah harta karunmu!’ , maka harta berterbangan mengikutinya seperti lebah. Kemudian ia memanggil seorang pemuda dan menebasnya dengan pedang hingga badannya terbelah dua. Kemudian ia panggil lagi, si pemuda yang sudah terbelah itu bangkit sambil mentertawakan Dajjal. Di saat itulah muncul Nabi Isa ‘alaihisalam, lalu mengejar Dajjal dan mendapatinya di pintu gerbang kota Lud (di Palestina) yang kemudian ia membunuh Dajjal. ” (HR Muslim)
Hadist Lengkapnya:
Telah menceritakan kepada kami [Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Al Walid bin Muslim] telah menceritakan kepadaku [Abdurrahman bin Yazid bin Jabir] telah menceritakan kepadaku [Yahya bin Jabir Ath Tho`i] hakim Himsh, telah menceritakan kepadaku [Aburrahman bin Jubair] dari [ayahnya, Jubair bin Nufair Al Hadlrami] ia mendengar [An Nawwas bin Sam'an Al Kilabi]. Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Mihran Ar Razi], teks miliknya, telah menceritakan kepada kami [Al Walid bin Muslim] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Yazid bin Jabir] dari [Yahya bin Jabir Ath Tha`i] dari [Abdurrahman bin Jubair bin Nufair] dari [ayahnya, Jubair bin Nufair] dari [An Nawwas bin Sam'an] berkata: Pada suatu pagi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menyebut Dajjal, beliau melirihkan suara dan mengeraskannya hingga kami mengiranya berada disekelompok pohon kurma. Kami pergi meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam lalu kami kembali lagi, beliau mengetahui hal itu pada kami lalu beliau bertanya: “Kenapa kalian?” kami menjawab: wahai Rasulullah, Tuan menyebut Dajjal pada suatu pagi, Tuan melirihkan dan mengeraskan suara hingga kami mengiranya ada disekelompok pohon kurma, beliau bersabda: “Selain Dajjal yang lebih aku khawatirkan pada kalian, bila ia muncul dan aku berada ditengah-tengah kalian, aku akan mengalahkannya, bukan kalian dan bila ia muncul dan aku sudah tidak ada ditengah-tengah kalian, maka setiap orang adalah pembela dirinya sendiri dan Allah adalah penggantiku atas setiap muslim, ia adalah pemuda ikal, matanya menonjol, mirip ‘Abdu Al ‘Uzza bin Qathan. Siapa pun diantara kalian yang melihatnya hendaklah membaca permulaan surat Al Kahfi, ia muncul diantara Syam dan ‘Irak lalu banyak membuat kerusakan dikanan dan dikiri, wahai hamba-hamba Allah, teguhlah kalian.” Kami bertanya: Berapa lama ia tinggal di bumi? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab: “Empat puluh hari, satu hari seperti setahun, satu hari seperti sebulan, satu hari seperti satu pekan dan hari-hari lainnya seperti hari-hari kalian.” Kami bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana menurut Tuan tentang satu hari yang seperti satu tahun, cukupkah bagi kami shalat sehari? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Tidak, tapi perkirakanlah ukurannya.” Kami bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana kecepatannya di bumi? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab: Seperti hujan yang diakhiri angin. Ia mendatangi kaum dan menyeru mereka, mereka menerimanya, ia memerintahkan langit agar menurunkan hujan, langit lalu menurunkan hujan, ia memerintahkan bumi agar mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, bumi lalu mengeluarkan tumbuh-tumbuhan lalu binatang ternak mereka pergi dengan punuk yang panjang, lambung yang lebar dan kantong susu yang berisi lalu kehancuran datang lalu ia berkata padanya: ‘Keluarkan harta simpananmu.’ Lalu harta simpanannya mengikutinya seperti lebah-lebah jantan. Kemudian ia memanggil seorang pemuda belia, ia menebasnya dengan pedang lalu memutusnya menjadi dua bagian lalu memanggilnya, ia datang memanggut-manggutkan wajahnya seraya tertawa, saat ia seperti itu, tiba-tiba ‘Isa putra Maryam turun di sebelah timur Damaskus di menara putih dengan mengenakan dua baju berwantek za’faran seraya meletakkan kedua tangannya diatas sayap dua malaikat, bila ia menundukkan kepala, air menetas dan bila ia mengangkat kepala keringat bercucuran seperti mutiara, tidaklah orang kafir mencium bau dirinya kecuali mati dan bau nafasnya sejauh matanya memandang. Isa mencari Dajjal hingga menemuinya di pintu Ludd lalu membunuhnya. Setelah itu Isa putra Maryam mendatangi suatu kaum yang dijaga oleh Allah dari Dajjal. Ia mengusap wajah-wajah mereka dan menceritakan tingkatan-tingkatan mereka disurga. Saat mereka seperti itu, Allah mewahyukan padanya: ‘Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hambaKu, tidak ada yang bisa memerangi mereka, karena itu giringlah hamba-hambaKu ke Thur. Allah mengirim Ya’juj dan Ma’juj, ‘Dari segala penjuru mereka datang dengan cepat.’ (Al Anbiyaa`: 96) Lalu yang terdepan melintasi danau Thabari dan minum kemudian yang belakang melintasi, mereka berkata: ‘Tadi disini ada airnya.’ nabi Allah Isa dan para sahabatnya dikepung hingga kepala kerbau milik salah seorang dari mereka lebih baik dari seratus dinar milik salah seorang dari kalian saat ini, lalu nabi Allah Isa dan para sahabatnya menginginkan Allah mengirimkan cacing di leher mereka lalu mereka mati seperti matinya satu jiwa, lalu ‘Isa dan para sahabatnya datang, tidak ada satu sejengkal tempat pun melainkan telah dipenuhi oleh bangkai dan bau busuk darah mereka. Lalu Isa dan para sahabatnya berdoa kepada Allah lalu Allah mengirim burung seperti leher unta. Burung itu membawa mereka dan melemparkan mereka seperti yang dikehendaki Allah, lalu Allah mengirim hujan kepada mereka, tidak ada rumah dari bulu atau rumah dari tanah yang menghalangi turunnya hujan, hujan itu membasahi bumi hingga dan meninggalkan genangan dimana-mana. Allah memberkahi kesuburannya hingga hingga sekelompok manusia cukup dengan unta perahan, satu kabilah cukup dengan sapi perahan dan beberapa kerabat mencukupkan diri dengan kambing perahan. Saat mereka seperti itu, tiba-tiba Allah mengirim angin sepoi-sepoi lalu mencabut nyawa setiap orang mu`min dan muslim dibawah ketiak mereka, dan orang-orang yang tersisa adalah manusia-manusia buruk, mereka melakukan hubungan badan secara tenang-terangan seperti keledai kawin. Maka atas mereka itulah kiamat terjadi.” Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr As Sa'di] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Aburrahman bin Yazid bin Jabir] dan [Al Walid bin Muslim], berkata Ibnu Hujr: Hadits salah satunya membaur pada hadits yang lain. Dari [Abdurrahman bin Yazid bin Jabir] dengan sanad ini seperti yang telah kami sebutkan, tapi ia menambahkan setelah sabda beliau: “Tadi disini ada airnya, ” “Mereka berjalan hingga sampai gunung khamar, gunung Baitul Maqdis, mereka berkata: ‘Kita telah membunuh orang-orang yang ada di bumi, ayo kita bunuh yang ada di langit.’ Mereka pun melesakkan panah mereka ke langit lalu Allah membalikkan panah mereka bermerah darah.” Disebutkan dalam riwayat Ibnu Hujr: “Sesungguhnya Aku telah menurunkan hamba-hambaKu, tidak ada seorang pun yang bisa memerangi mereka.”[HR. Shahih Muslim: 5228, Kitab Fitan, Bab Dizkrud Dajjal]

Dalam ‘Armagedon, Peperangan Akhir Zaman” Wisnu Sasongko mengkompromikan antara hadist tentang masa Dajjal yang satu hari pertamanya bagai satu tahun dengan mengkaitkan peristiwa Ad-Dukhan (asap) yang akan muncul. Peristiwa Dukkhan yang akan muncul di akhir zaman disebabkan oleh tabrakan meteor menghantam bumi sehingga menimbulkan asap yang mengenai semua manusia. Peristiwa asap (kabut) itulah yang menyebabkan matahari tertutup sehingga terhalang sinarnya di bumi, dan ini terus berlangsung selama satu tahun. Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tetap memerintahkan agar manusia mengerjakan shalat berdasarkan hitungan waktu (jarak) bukan dengan bilangan satu hari tersebut. Wallahu a’lam bish showab.
Namun Pendapat tersebut perlu dipertimbangkan sebab ada riwayat yang menjelaskan bahwa Dajjal mampu menahan perputaran matahari. Hal itu sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Imam Al-Hakim dan Nu’aim bin Hammad dalam Al-Fitan
———-
Ciri-ciri Fisik Dajjal dan Sifatnya
Dajjal adalah laki-laki keturunan Adam. Ia seorang pemuda Yahudi berkulit merah, bertumbuh pendek (diriwayat lain disebutkan besar dan tinggi), berambut keriting, dahinya lebar, pundaknya bidang, matanya sebelah kanan buta, dan matanya ini tidak menonjol keluar dan juga tidak tenggelam, seperti buah anggur yang masak. Pada mata sebelah kirinya terdapat daging tumbuh yang lebih tebal dari sudutnya*. Diantara kedua matanya terdapat tulisan ka fa ra yang terpisah yang dapat dibaca oleh setiap mukin, baik yang buta huruf maupun yang pandai menulis. Ciri menonjol lainnya adalah bahwa ia mandul, tidak punya anak.
* Mata kanannya buta, seolah-olah buah anggur yang bulat. Maksudnya, hilang sinar matanya sehingga ia tidak dapat melihat dengannya. Matanya tidak menonjol dan tidak pula cekung. Inilah sifat anggur. Jika airnya hilang dan tinggal kulitnya, seolah-olah buah itu belum masak. Sedangkan, mata kirinya yang digunakan untuk melihat, bersinar kehijauan, seolah-olah bintang yang bersinar terang. Akan tetapi, matanya tajam seperti cermin bersinar hijau, atau seperti buah anggur yang paling menonjol di antara setandan buah anggur, atau seperti dahakyang berada di dinding kapur. Di dalamnya juga terdapat kulit atau daging yang tumbuh, seolah-olah telah menyatu dengan darah. Jadi, Dajjal mempunyai dua mata yang cacat karena cacat adalah aib, dan setiap cacat pada segala sesuatu adalah aib, sedangkan ia mempunyai cacat mata yang ada di wajahnya. Mata kanannya benar-benar cacat karena buta atau tidak dapat melihat, sedangkan mata kirinya tajam (melotot) dan diatasnya terdapat selaput mata. Jadi, setiap matanya dapat dikatakan cacat yang sebenarnya. (Lihat: Mengungkap Berita Besar dalam Kitab Suci hal 112, Abdul Wahhab Abdus Salam).
1. Dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah saw bersabda, “… maka aku pergi sambil menoleh, tiba-tiba ada laki-laki yang berkulit merah dan rabutnya berombak.” [HR. Bukhari, Muslim dan Malik]
2. Dari Hudzaifah bin Al-Yaman r.a, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dajjal adalah orang yang cacat mata kirinya dan rambutnya keriting seperti buih karena lebatnya.” [HR. Muslim]
3. Dari Abu Umamah r.a, Rasulullah saw bersabda, “Dajjal berperawakan dan tinggi serta berambut keriting…” [HR. Ibnu Majjah]
4. Dalam Hadist Hudzaifah disebutkan, “Sesungguhnya Dajjal itu matanya terhapus dan di atasnya terdapat selaput mata yang tebal… ” [HR. Muslim]
5. Dari Abu Sa’id Al-Kudri r.a, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dan tidaklah diutus seorang nabi yang diikuti itu, kecuali untuk memperingatkan kaumnya terhadap Dajjal. Aku telah menerangkan perkaranya bahwa ia cacat, sedang Tuhan kalian tidaklah cacat. Mata kanannya menonjol dan tidak dapat disembunyikan, seolah-olah dahak yang berada di dinding kapur, sedangkan mata kirinya seperti planet yang bulat …” [HR. Ahmad]
6. Dari Umar r.a bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ketika saya sedang tidur, saya bermimpi melakukan thawaf di Baitullah…” Lalu beliau mengatakan bahwa beliau melihat Isa Ibnu Maryam a.s, kemudian melihat Dajjal dan menyebutkan ciri-cirinya dengan sabdanya, “Dia itu seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah, berambut keriting, matanya buta sebelah, dan matanya itu seperti buah anggur yang masak (tidak bersinar), ” Para sahabat berkata, “Dajjal ini lebih menyerupai Ibnu Qathn”, seorang laki-laki dari Khuza’ah.” [Shahih Bukhari, Kitabul Fithan, Bab Dzikrid Dajjal 13:90, Shahih Muslim, Kitabul Iman, Bab Dzikril Masih Ibni Maryam 'alaihissalam wal-Masihihd-Dajjal 2:237]
Ibnu Qathan: Namanya Abdul ‘Uzza bin Qathan bin Amr Al-Khuza’i. Adad yang mengatakan bahwa dia berasal dari kalangan Bani Musthaliq dari suku Khuza’ah. Ibunya bernama Halah binti Khuwailid. Ibnu Qathan tidak memiliki hubungan kesahabatan dengan Rasulullah saw karena dia telah meninggal pada zaman jahiliah. Adapaun tambahan riwayat yang mengatakan bahwa dia pernah bertanya kepada Nabi saw, “Apakah keserupaannya dengaku itu membahayakan bagiku?” Lalu Nabi menjawab, “Tidak, engkau muslim sedang dia kafir.” adalah tambahan yang dha’if dari riwayat Al-Mas’udi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang dicampur dengan hadits lain. [Ta'liq Ahmad Syakir atas Musnad Ahmad 15:30-31; Al-Istabah Fi Tamyizish-Shahabah 4:239, dan Fathul-Bari 6:488 dan 13:10]
7. Dan di antara sifat-sifatnya (ciri-cirinya) lagi ialah seperti yang disebutkan dalam hadits Fathimah binti Qais r.a mengenai kisah Al-Jasasah yang ada dalam riwayat itu Tamim Ad-Dari r.a berkata, “… Lalu kami berangkat dengan segera sehingga ketika kami sampai di biara tiba-tiba di sana ada seorang yang sangat besar dan diikat sangat erat…” [Shaih Muslim, Kitabul Fitan wa Asy-rathis Sa'ah, Bab Qishshatil Jasasah 18:81]
8. Dalam hadits Imran bin Husein r.a, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Semenjak diciptakannya Adam hingga datangnya hari kiamat tidak ada makhluk yang lebih besar daripada Dajjal.” [Shahih Mualim 18:86-87]
9. Dajjal tidak punya keturunan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abi Sa’id Al-Khudri r.a dalam kisahnya bersama Ibnu Shayyad. Kata Ibnu Shayyad kepada Abu Sa’id, “Saya bertemu orang banyak dan mereka mengira saya ini Dajjal. Bukankah Anda pernah mendengar Rasulullah saw bersabda bahwa Dajjal tidak punya anak (keturunan)?” Abu Sa’id menjawab, “Betul.” Ibnu Shayyad berkata lagi, “Padahal saya punya anak… ” [Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrathis Sa'ah, Bab Dizkri Ibnu Shayyad 18:50]
10. Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah saw pernah menyebut-nyebut Dajjal di hadapan orang banyak, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak buta sebelah matanya. Ketahuilah, sesungguhnya Al-Masih Ad-Dajjal itu buta sebelah matanya yang kanan seakan-akan matanya itu buah anggur yang tersembul.” [Shahih Bukhari, Kitabul Fitan, Bab Dizkird Dajjal 13:90; dan Shahih Musli, Kitabul Fitan wa Asy-rathis Sa'ah, Bab Dzikrid Dajjal 18:59]
11. Ubadah bin Ash-Shamit r.a meriwayatkan bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Masih Dajjal itu seorang lelaki yang pendek dan gemuk, berambut kribo, buta sebelah matanya, dan matanya itu tidak menonjol serta tidak tenggelam. Jika ia memanipulasi kamu, maka ketahuilah bahwa Rabbmu tidak buta sebelah matanya.” [Aunul Ma'bud Syarah Sunan Abi Dawud 11:443. Hadits ini derajatnya shahih. Lihat: Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 2:317-318, hadits nomor 245]
12. Dalam hadits Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw bersabda, “Adapun Masih kesesatan itu adalah buta sebelah matanya, lebar jidatnya, bidang dadanya bagian atas dan bengkok (kakinya).” [Musnad Imam Ahmad 75: 28-30 dengan tahqiq dan syarah Ahmad Syakir. Dia berkata, "Isnadnya shahih". Hadits ini juga dihasankan oleh Ibnu Katsir; An-Nihayah. Fil Fitan wal Malahin 1:130 dengan tahqiq Dr. Thaha Zaini].
13. Dalam hadits Hudzaifah r.a, Rasulullah saw bersabda, “Dajjal itu buta matanya sebelah kiri dan lebat rambutnya.” [Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrathis Sa'ah, Bab Dzikrid Dajjal 18:60-61]
14. Dalam hadits Anas r.a, Rasulullah saw bersabda, “Dan di antara kedua matanya termaktub tulisan ‘kafir’. [Shahih Bukhari, Kitabul Fitan, Bab Dzikrid Dajjal 13:91; dan Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyrathus Sa'ah, Bab Dizkrud Dajjal 18:59]. Dan dalam satu riwayat disebutkan: “Kemudian beliau mengejanya – kaf fa ra – yang dapat dibaca oleh setiap muslim.” [Shahih Muslim 18:59]. Dan dalam satu riwayat lagi dari Hudzaifah, “Dapat dibaca oleh setiap orang mukmin, baik ia tahu tulis baca maupun tidak.” [Shahih Muslim 78:67]
——-
Fitnah Dajjal dalam Menghidupkan dan Mematikan Seseorang
Hal ini tergambarkan dalam Hadist Shahih Bukhari dan Muslim. Juga ada sebuah Hadist Riwayat Ibnu Majah, akan tetap ada salah seorang perawinya didhaifkan oleh Imam Ahmad dan An-Nasa’i
Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] berkata, telah mengabarkan kepada saya ['Ubaidullah bin 'Abdullah bin 'Uqbah] bahwa [Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu] berkata, telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pembicaraan yang panjang tentang Dajjal. Diantara yang Beliau ceritakan tentangnya adalah, Beliau berkata: “Dajjal akan datang pada suatu tanah yang tandus di Madinah (untuk memasuki Madinah) padahal dia diharamkan untuk memasuki pintu-pintu gerbang Madinah. Maka pada hari itu keluarlah seorang laki-laki yang merupakan manusia terbaik atau salah seorang dari manusia terbaik menghadangnya seraya berkata; Aku bersaksi bahwa kamu adalah Dajjal yang pernah diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Dajjal berkata; Bagaimana sikap kalian jika aku membunuh orang ini lalu aku menghidupkannya kembali, apakah kalian masih meragukan kemampuanku?. Mereka menjawab: “Tidak”. Maka Dajjal membunuh laki-laki terbaik itu lalu menghidupkannya kembali. Laki-laki itu berkata, ketika Dajjal menghidupkannya kembali; “Demi Allah, hari aku tidak akan lebih waspada kecuali terhadap diriku sendiri. Maka Dajjal berkata; “Aku akan membunuhnya lagi”. Maka Dajjal tidak sanggup untuk menguasainya“. [HR. Shahih Bukhari: 1749, Kitab Haji]
… dari [An Nawwas bin Sam'an] berkata: … Kemudian ia memanggil seorang pemuda belia, ia menebasnya dengan pedang lalu memutusnya menjadi dua bagian lalu memanggilnya, ia datang memanggut-manggutkan wajahnya seraya tertawa, saat ia seperti itu,..”[HR. Shahih Muslim: 5228, Kitab Fitan, Bab Dizkrud Dajjal] Hadist lengkapnya ada dibagian awal tulisan ini.
Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Muhammad] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman Al Muharibi] dari [Isma'il bin Rafi' Abu Rafi'] dari [Abu Zur'ah As Saibani] -yaitu Yahya bin Abu ‘Amru- dari ['Amru bin Abdullah] dari [Abu Umamah Al Bahili] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkhutbah di hadapan kami, dan kebanyakan isi khutbah beliau selalu menceritakan kepada kami tentang Dajjal supaya kami berhati-hati. dan di antara isi khutbah beliau adalah: “Sungguh, semenjak Allah menciptakan anak cucu Adam, tidak ada fitnah yang lebih besar dari Dajjal, dan tidak ada satu Nabi pun yang diutus oleh Allah melainkan ia akan memperingatkan kepada umatnya mengenai fitnah Dajjal. Sedangkan Aku adalah Nabi yang paling terakhir dan kamu juga ummat yang paling terakhir, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Dajjal akan keluar di tengah-tengah kalian. Sekiranya ia keluar, sedang aku masih berada di tengah-tengah kalian, maka Aku adalah pembela setiap orang muslim. Namun jika ia keluar setelah (kematian) ku, maka tiap-tiap kalian adalah penyelamat bagi dirinya sendiri, dan Allah sebagai penggantiku dalam menyelamatkan setiap muslim. Sesungguhnya ia akan keluar dari suatu celah yang terletak antara Syam dan Irak. Lalu ia akan berbuat kerusakan di sebelah kirinya dan kanannya. Wahai hamba Allah, wahai para manusia, teguhkanlah diri kalian, karena aku akan menerangkan sifat-sifatnya yang belum pernah diterangkan oleh seorang Nabi pun sebelumku. Pertama kali ia akan mendakwakan dirinya dengan mengatakan, ‘Aku adalah seorang Nabi.’ Padahal tidak ada Nabi setelahku, kemudian ia juga akan mendakwakan dirinya dengan mengataka, ‘Aku adalah Rabb kalian.’ Sedangkan kalian tidak akan bisa melihat Allah kecuali setelah kalian meninggal. Dan ia hanya memiliki satu mata, padahal Allah tidaklah bermata sebelah. Dan diantara kedua matanya tertulis kata ‘kafir’ yang hanya dapat dibaca oleh setiap muslim baik yang dapat menulis maupun yang tidak dapat menulis. Diantara fitnah-fitnahnya adalah, bahwa bersamanya ada surga dan neraka, namun pada hakekatnya nerakanya adalah surga dan surganya adalah neraka. Barangsiapa mendapatkan cobaan dengan nerakanya, hendaklah ia berlindung kepada Allah dan hendaklah ia membaca ayat di awal-awal surat Al Kahfi. Dan diantara fitnahnya juga adalah, ia akan berkata kepada seorang Arab, ‘Pikirkanlah olehmu, sekiranya aku dapat membangkitkan ayah dan ibumu yang telah mati, apakah kamu akan bersaksi bahwa aku adalah Rabbmu? ‘ Laki-laki arab tersebut menjawab, ‘Ya.’ Kemudian muncullah setan yang menjelma di hadapannya dalam bentuk ayah dan ibunya, maka keduanya berkata, ‘Wahai anakku, ikutilah ia, sesungguhnya dia adalah Rabbmu.’ Dan di antara firnah-fitnahnya adalah ia akan memaksa manusia lalu membunuhnya dan memotongnya dengan gergaji. Maka terbelahlah orang tersebut menjadi dua bagian. Kemudian Dajjal berkata, ‘Lihatlah oleh kalian kepada hamabku ini, sesungguhnya aku akan membangkitkannya, lalu dia akan mendakwakan bahwa Rabbnya adalah selain aku.’ Maka Allah pun membangkitkan orang yang terbelah tersebut. Lalu Dajjal berkata kepadanya, ‘Siapakah Rabbmu? ‘ ia menjawab, ‘Rabbku adalah Allah, dan kamu adalah musuh Allah. Kamu adalah Dajjal. Demi Allah, mulai hari ini, tidak ada hal yang lebih aku yakini selain dari (kedustaan) mu’.” [Abu Hasan Ath Thanafisi] berkata; telah menceritakan kepada kami [Al Muharibi] telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah bin Al Walid Al Washafi] dari ['Athiyah] dari [Abu Sa'id] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Laki-laki itu adalah dari ummatku yang mendapatkan derajat yang paling tinggi di surga.” Perawi berkata; Abu Sa’id berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Demi Allah, kami tidak melihat laki-laki tersebut melainkan Umar bin Khattab sehingga dia menyelesaikan segala urusannya.” Al Muharibi berkata, “Kemudian kembali ke hadits riwayat Abu Rafi’, dia berkata, “Dan termasuk dari fitnahnya (Dajjal) adalah memerintahkan langit supaya menurunkan air hujan, maka turunkah hujan, dan memerintahkan bumi supaya menumbuhkan tumbuhannya, maka bumi pun menumbuhkan tumbuhannya. Termasuk dari fitnahnya adalah ia melintasi suatu negeri, namun penduduknya mendustakannya, maka tidak satu binatang ternak pun yang tersisa melainkan akan binasa. Dan diantara fitnah-fitnahnya adalah bahwa ia akan melintasi suatu negeri, kemudian penduduknya membenarkannya, maka ia memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka turunkah hujan dan memerintahkan bumi supaya menumbuhkan tumbuhannya, maka tumbuhlah tumbuhannya. Sehingga binatang pada saat itu menjadi lebih besar dan lebih gemuk dibanding dengan masa-masa yang telah lalu, paling besar lambungnya dan paling banyak air susunya. Sungguh, tidak ada satu negeri pun di muka bumi ini yang tidak dimasuki dan dikuasai oleh Dajjal kecuali Makkah dan Madinah, dan dia tidak akan mampu memasukinya dari setiap celah-celah itu melainkan ia akan bertemu dengan menjaga tempat tersebut dengan pedang yang terhunus, sehingga ia akan singgah di suatu tempat yang kosong dan belum pernah diolah. Maka kota Madinah bergetar dengan tiga kali guncangan, sehingga tidak akan tersisa dalam kota tersebut seorang munafik baik laki-laki maupun perempuan kecuali keluar menemui Dajjal, kota Madinah pun terbebas dari orang-orang keji sebagaimana alat pompa besi menghilangkan karat pada besi, dan hari itu disebut dengan hari pembersihan.” Ummu Syuraik binti Abu Al ‘Akr berkata, “Wahai Rasulullah, dimanakah orang-orang Arab saat itu?” beliau menjawab: “Pada saat itu jumlah mereka sangatlah sedikit dan mereka berada di Baitul Maqdis sedangkan imam mereka adalah seorang laki-laki yang shalih. Ketika pemimpin mereka hendak maju ke hadapan untuk mengimami dalam shalat subuh, tiba-tiba turunlah Isa bin Maryam, maka mundurlah imam merka ke belakang supaya Isa maju untuk mengimami shalat. Isa lalu meletakkan tangannya di antara dua bahunya (pemimpin mereka) sambil berkata, ‘Majulah kamu dan pimpinlah shalat, karena sesungguhnya ia ditegakkan untuk kamu.’ Akhirnya pemimpin mereka pun mengimami mereka shalat, dan ketika shalat telah usai, Isa berkata, ‘Bukalah pintu.’ Mereka pun membukakan pintu, ternyata di belakangnya Dajjal telah menunggu bersama dengan tujuh puluh ribu orang Yahudi, masing-masig dari mereka memiliki pedang terhunus yang terbuat dari emas dan berjubah besar berwarna hijau. Ketika ia (Isa) memandang Dajjal, Dajjal pun meleleh (hancur) sebagaimana garam yang meleleh di dalam air. Kemudian dia lari dan dihadang oleh Isa di pintu timur kota Lud, kemudian Isa membunuhnya. Maka Allah menjadikan kekalahan terhadap orang-orang Yahudi, dimana tidak ada satu makhlukpun yang diciptakan Allah yang dijadikan perlindungan oleh mereka melainkan Allah akan menjadikannya berbicara, mulai dari batu, pohon, dinding dan binatang ternak kecuali pohon Gharqadah. Sebab ia termasuk dari pohonnya mereka yang tidak mau bicara. Lalu makhluk Allah yang lain angkat bicara, “Wahai hamba Allah yang Muslim, di sini ada orang Yahudi, kemarilah dan bunuhlah dia.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya hari-harinya (Dajjal hidup) ialah selama empat puluh tahun, setahun bagaikan setengah tahun, dan setahun berikutnya seperti sebulan, dan sebulan seperti sepekan dan sisa hari-hari tersebut seperti percikan api (yang cepat terbangnya), salah seorang berada di pintu Madinah di pagi hari, maka belum sampai pintu yang lain ia telah berada di sore hari.” Lalu dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bagaimana kami shalat di hari-hari yang sangat pendek tersebut?” beliau menjawab: “Perkirakanlah hari-hari kalian untuk melaksanakan shalat sebagaimana kalian memperkirakan pada hari-hari yang panjang ini, kemudian tunaikanlah shalat.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda lagi: “Kemudian Isa bin Maryam akan menjadi seorang hakim yang adil dikalangan ummatku dan seorang pemimpin yang bijaksana, ia akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus pajak dan membiarkan sedekah, maka ia tidak akan mencari seekor kambing atau seekor unta zakatpun, kedengkian dan permusuhan dihapus, bisa (racun) dari setiap makhluk yang berbisa diangkat sehingga apabila ada seorang bayi perempuan memasukkan tangannya ke dalam mulut ular, maka ular tersebut tidak akan membahayakannya, dan bayi perempuan itu juga dapat menyakiti seekor singa, sedangkan singa tersebut tidak akan membahayakan bayi itu. Dan serigala akan berada di tengah gerombolan kambing seakan-akan ia adalah anjingnya. Dunia akan dipenuhi oleh kedamaian sebagaimana bejana yang bersisi air (karena sangat ratanya), agama akan menjadi satu, maka tidak ada yang disembah selain Allah, terhapusnya seluruh hal yang menyebabkan peperangan, suku Quraiys kembali mengambil kekuasaannya, dan bumi seakan-akan seperti bintangan perak, dan tumbuh-tumbuhannya akan tumbuh seperti zamannya Nabi Adam, sehingga apabila ada sekelompok orang berkumpul untuk makan setangkai anggur, maka hal itu akan membuatnya senang, dan apabila sekelompok orang tersebut berkumpul untuk memakan sebuah delima, maka hal itu juga akan membuat mereka senang. Seekor sapi pada saat itu harganya sangatlah murah dan seekor kuda hanya seharga beberapa dirham.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa kuda menjadi murah?” beliau bersabda: “Ia tidak digunakan untuk berperang selamanya.” Dikatakan kepada beliau, “Kenapa sapi jantan harganya mahal?” Beliau bersabda: “Sebab ia digunakan untuk membajak bumi semuanya. Sesungguhnya tiga tahun sebelum munculnya Dajjal, adalah waktu yang sangat sulit, dimana manusia akan ditimpa oleh kelaparan yang sangat, Allah akan memerintahkan kepada langit pada tahun pertama untuk menahan sepertiga dari hujannya, dan memerintahkan kepada bumi untuk menahan sepertiga dari tanaman-tanamannya. Dan pada tahun kedua Allah akan memerintahkan kepada langit untuk menahan dua pertiga dari hujannya dan memerintahkan kepada bumi untuk menahan duapertiga dari tumbuh-tumbuhannya. Kemudian di tahun yang ketiga, Allah memerintahkan kepada langit untuk menahan semua air hujannya, maka ia tidak meneteskan setetes air pun dan Allah memerintahkan kepada bumi untuk menahan semua tanaman-tanamannya, maka setelah itu tidak dijumpai satu tanaman hijau yang tumbuh dan semua binatang yang berkuku akan mati, kecuali yang tidak dikehendaki oleh Allah.” kemudian para sahabat bertanya, “Dengan apakah manusia akan hidup pada saat itu?” Beliau menjawab: “Tahlil, takbir dan tahmid akan sama artinya bagi mereka dengan makanan.” Abu Abdullah berkata; saya mendengar Abu Al Hasan Ath Thanafisi berkata; saya mendengar Abdurrahman Al Muharibi berkata, “Selayaknya hadits ini diajarkan kepada para pengajar sehingga ia dapat mengajari anak-anak didiknya dalam beberapa kitab.”[HR. Ibnu Majah: 4067, Kitab Fitan, Bab Fitnah Dajjal dan Keluarnya Isa ibnu Maryam, perawinya ada Imai'il bin Rafi' yang didhaifkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan juga An-Nasa

Sabtu, 18 Februari 2012

Mengenang Ibnu Rusyd: Mengenang Dunia Ilmu

Mengenang Ibnu Rusydi adalah mengenang masa kejayaan islam, mengenang betapa dinamisnya transformasi ilmu, mengenang tokoh-tokoh besar semasanya. Mengenang suatu masa dimana ilmu, pengetahuan, kebudayaan, intelektualisme, profesionalisme lebih dihargai, lebih bernilai dari harta; emas dan permata.

Mengenang Ibnu Rusydi adalah mengenang suatu masa dimana kondisi ideal masyarakat; intelektual, pemikir tersebar di sudut-sudut kota, pelosok-pelosok desa. Pelajar-pelajar berdatangan dari daerah, negeri-negeri, baik yang dekat maupun yang jauh. Itulah kondisi masyarakat yang menjadi proyeksi dan tujuan diturunkannya al Quran. Kondisi sosial masyarakat tamadun atau  madani, suatu komunitas masyarakat yang berperadaban.

Ibnu Rusydi dilahirkan  pada tahun 520 H di kota Qordoba sebuah kota Metropolitan kala itu di Andalusia pada abad 6.  Pada saat itu jika kita menyebut, Atena, Rowawi, Iskandariah, Badhdad, kita tidak bisa memisahkannya dari kota Qordoba. Sekitar 150 tahun sebelumnya Khalifah al Muntashir Billah, seorang Khalifah  yang mempunyai perhatian besar pada dunia intelektualisme wafat (366 H), beliau adalah khalifah dari bani Umayah.

Al Muntashir Billah mengumpulkan berabagai literatur, membangun perpustakaan yang besar, yang belum pernah di bangun oleh seorangpun di Dunia ketika itu. Ibnu Khaldun dalam Muqadimahnya berkata: ” ... khalifah mengutus para saudagar dan para pedagang, dibekali uang untuk mencari, memburu kitab di bebagai daerah. Sehingga tak heran jika di Andalusia terkumpul ribuan kitab yang sebelumnya tidak pernah mereka ketahui.

Di kisahkan khalifah menghadiahkan sejumlah uang pada seorang ulama yang mengarang kitab Agghani, Abi al Faraj al Isfihani. Seorang ulama yang masih mempunyai hubungan darah dengan Bani Umayah. Selain dihadiahi uang emas seribu dinar, Abi al Faraj al Isfihani di beri salinan kitab itu sebelum di bawa ke Irak (untuk dibawa ke Andalusia).

Hal yang sama dilakukan pula pada Qadhi al Abhuri al Maliki atas jasanya dalam mensyarahi Mukhtashar ibnu Abdul Hikam. Demikian pula dengan ulama-ulama lainnya. Khalifah mengumpulkan para penulis yang handal, serta orang-orang ahli penjilid kitab. Hingga Andalus memiliki perpustakaan yang sangat lengkap. Sebuah capaian yang  tidak dapat digapai oleh orang setelah maupun sebelumnya ...”.

Suri tauladan khalifah dalam mendedikasikan hidupnya untuk ilmu, dan semangatnya, perhatiannya dalam mengumpulkan kitab-kitab itu ditiru oleh para saudagar, dan para konglomerat di Andalusia. Baik mereka yang gemar membaca maupun tidak. Al Hadhrami mengisahkan satu kejadian yang membuatnya terkagum-kagum.

Al Hadhrami berkisah : ”suatu ketika aku singgah di kota Qordhoba, aku mendatangi pertokoan buku-buku di kota itu. Aku berharap aku bisa mendapatkan kitab yang sudah lama aku cari. Ulam dicinta pucuk ditiba, kitab yang kucari itu aku temukan. Tulisannya bagus, penjelasannya memukau. Aku senang tidak kepalang. Aku hargai kitab itu dengan sangat mahal, melebihi harga standar kitab itu. Tiba-tiba ada seseorang yang datang kemudian menawar kitab itu lebih mahal lagi. Mencapai harga yang sungguh tinggi sekali. Aku berkata: ’ wahai tuan siapa gerangan yang menawar kitab itu sebegitu tinggi?’.

Si penawar tadi mengajak sesorang kehadapanku, dia memakai pakaian yang bagus. Kemudian aku menghampirinya, aku menegurnya: ’ tuan yang dimulyakan Allah, duhai tuanku yang alim. Jika tuan berminat untuk membeli kitab itu, aku tak jadi membelinya. Tuan telah menawarnya dengan harga yang  tinggi sekali’. Orang itu menjawab: ’aku bukanlah seorang alim, tidak pula aku memahami apa isi dari kitab itu. Hanya saja aku membangun sebuah perpustakaan di kediamanku supaya aku lebih terhormat  dalam pandangan para pemuka negriku. Dalam perpustakaanku itu masih ada tempat yang kosong, aku kira  cukup untuk kitab ini. Waktu aku melihat tulisannya yang rapi, sampulnya bagus aku tak memikirkan seberapa mahal harga kitab itu. Al Hamdulilah Allah telah memberiku harta yang melimpah”.

Dalam kondisi sosial seperti itulah  Ibnu Rusydi tumbuh. Ibnu Rusydi pernah berkelekar pada Ibnu Zuhri seorang ulama sekaligus filsuf. Saat itu keduanya di hadapan al Manshur bin Abd Mu’min, Khalifah bani Muhawahidin. ”... aku tidak mengerti apa yang kau katakan wahai Ibnu Zuhri. Yang aku tahu jika seorang cendikiawan di Isybilah wafat kitab-kitabnya di jual ke Qordoba, disana pasti laku. Tapi jika ada orang yang wafat di Qordoba harta peninggalannya dijual di Isybilah, sebab disana pasti laku”.

Dua tokoh itu adalah cendikiwan muslim cemerlang. Kepakaran dan penguasaan mereka dalam berbagai cabang ilmu menjadi bukti pencapaian luar biasa Islam pada abad itu. Pakar-pakar kenamaan di Qordoba berusaha membentuk keluarga intelektual sehingga capaian yang telah mereka gapai di raih oleh anak cucunya.

Itu menjadi kebanggan tersendiri bagi mereka. Masyarakat dan para ulama di Qordoba menyebut Ibnu Rusydi al Jid ( kakek ), Ibnu Rusydi al Ibnu ( anak), Ibnu Rusydi al hafid (cucu). Untuk membedakan antara kakek anak dan cucu, yang sama-sama di panggil Ibnu Rusydi. Demikian juga untuk menyebut keluarga intelektual lainnya, Ibnu Zuhri semisal. Mereka menyebut Ibnu Zuhri al Ashgar untuk membedakan dari Ibnu Zuhri al Hafid.

Pantaslah jika mereka berkata; 'bukanlah lelaki sejati orang yang berkata inilah bapaku orang terhormat, lelaki sejati adalah orang yang berkata inilah aku yang berkepribadian dan berkemampuan'

Jumat, 17 Februari 2012

Al Imam Al Alamah Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad

Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad lahir pada hari Rabu malam Kamis tanggal 5 Safar 1044 H/3 Agustus 1634 M Di Tarim, Hadromaut.
Nasabnya adalah Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad Al Haddad dan seterusnya hingga Ahmad bin Isa bin Muhammad An naqib bin Ali Uroidhi bin Ja'far As Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Imam As Sibth Al Husain bin Al Imam Amirul Mu'minin Ali bin Abu Thalib, suami Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.
Ayah beliau yakni Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad di kenal sebagai orang yang saleh. Ayahnya lahir dan tumbuh di kota Tarim dan sejak kecil berada di bawah asuhan ibunya Syarifah Salma wanita ahli makrifat dan dikenal kewaliannya, bahkan Habib Abdullah Al Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatan Syarifah Salma.
Suatu hari ayah Habib Abdullah Al haddad mendatangi rumah Al Arif Billah Habib Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Pada waktu itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Habib Ahmad Al Habsyi mendoakannya. Lalu Habib Ahmad berkata kepadanya, " anakmu adalah anakku, di antara mereka ada keberkahan".
Kemudian ia menikah dengan cucu Habib Ahmad itu, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al Habsyi. Habib Idrus ini adalah saudaara Habib Husain bin Ahmad bin Muhammad Al Habsy, kakek Habib Ali bin Muhammad  bin Husain Al Habsyi (Shohib Simtud Duror).
Dari pernikahan tersebut lahirlah Habib Abdullah bin Alwi Al haddad. Ketika putranya lahir, ayahnya berujar, "aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang diucapkan Habib Ahmad Al Habsyi dulu, setelah lahirnya Abdullah aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar wilayah (kewalian).
Pada umur empat tahun beliau terkena penyakit cacar yang menyebabkan buta. Namun cacat yang beliau derita telah membawa hikmah, beliau tidak bermain sebagaimana anak kecil sebayanya. Beliau habiskan waktunya dengan menghafal Al Qur'an, Mujahaddah Al Nafs (beribadah dengan tekun melawan hawa nafsu), dan mencari ilmu. Sungguh sangat mengherankan seakan-akan anak kecil ini tahu bahwa ia tidak dilahirkan untuk yang lain, tetapi untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Memang sejak kecil begitu banyak perhatian yang beliau dapatkan dari Allah SWT. Allah SWT menjaga pandangannya dari segala yang diharamkan. Penglihatan lahirnya diambil oleh Allah SWT dan diganti oleh penglihatan batin, yang jauh lebih kuat dan berharga. Hal itu merupakan salah satu pendorongnya lebih giat dan tekun dalam mencari cahaya Allah SWT menuntut ilmu agama.
Pada tahun 1072 H / 1662 M, malam Senin tanggal 21 bulan Rajab, ayah beliau wafat. Ketika itu beliau berusia 28 tahun. Lalu beberapa hari kemudian ibunya wafat, setelah sebelumnya menderita sakit dan semakin lama semakin parah, yaitu tepat pada hari Rabu tanggal 24 Rajab 1072 H / 1662 M.
Setelah kedua-orangtuanya wafat, beliau diambil oleh salah seorang gurunya, Sayyid Umar bin Abdurrahman Al Attas. Pada waktu itu, beliau menulis surat pada saudaranya , Al Hamid, yang berada di India, memberitahunya perihal yang menimpa kedua orangtua mereka, dan menghiburnya agar bersabar.
Pada 1079 H/1669 M, dalam usia 35 tahun Habib Abdullah Al Haddad melaksanakan haji ke Baitullah, Mekah, dan berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW serta para syuhada di madinah. Beliau memasuki kota Mekah pada waktu Subuh di bulan Dzulhijjah 1079 H. Pada waktu itu wukuf di Arafah jatuh pada hari Jumat.
Setelah menunaikan ibadah haji, beliau menuju Madinah dan berada di sana selama 40 hari. Kemudian beliau kembali lagi ke Mekah hingga bulan Rabiul Awwal.
Suatu hari di musim haji, di masjid Namirah, Arafah , salah seorang muridnya Ba Salim menuturkan, ketika aku gelarkan sajadah tuanku di Masjid Namirah datang seseorang dengan gaya dan logat Turki dan langsung duduk di atas sajadah itu. Tidak begitu lama masjid itu makin sesak dengan pengunjungnya. Aku jadi bingung terhadap orang tersebut, sedangkan tuanku belum datang.
Tidak begitu lama, tuanku datang dan aku tidak melihat lagi orang itu duduk di atas sajadah tersebut. Seakan-akan ia duduk diatasnya agar tempat itu tidak diduduki oleh orang lain selain Habib Abdullah Al Haddad.
Masjid Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad. 
Bercahaya Bagaikan Bulan
Al Imam Abdullah Al Haddad memiliki perawakan yang tinggi, berdada bidang, tidak kurus juga tidak terlalu gempal, dan berkulit putih. Pribadinya sangat memancarkan wibawa. Wajahnya senantiasa manis dan menggembirakan hati orang lain di dalam majlisnya. Tertawanya sekedar senyuman manis. Apabila merasa senang dan gembira wajahnya bercahaya bagaikan bulan. Majelisnya senantiasa tenang dan penuh kehormatan sehingga tidak terdapat hadirin yang berbicara maupun bergerak-gerak.
Beliau selalu shalat wajib pada awal waktu dan tidak pernah terlihat shalat wajib sendirian. Selain itu beliau juga tidak pernah terlihat tergesa-gesa dalam shalatnya. Beliau sangat tidak suka berbicara antara adzan dan iqomah. Beliau sangat tidak suka diajak berbicara oleh rekan-rekannya hingga usai shalat.
Ketika ditanya mengapa demikian, beliau menjawab, " Kita akan shalat untuk berkumpul dan hadir serta melepaskan segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan-Nya."
Berkaitan dengan masalah perasaan hadir dalam shalat, menurutnya tidak disyariatkan shalat sunah sebelum shalat wajib melainkan karena untuk berusaha mewujudkan perasaan dekatnya hati dengan Allah SWT hingga memasuki shalat dengan perasaan hadir dan bertemu dengan-Nya.
Tempat Kholwat Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad. 
Beliau mengatakan, "Seorang hamba tidak di tuntut untuk menjalankannya di dalam batin hingga ia dapat memperbaiki bentuk shalat secara lahir. Bila dia telah menjalankan secara lahir dengan baik, akan kembali pula shalatnya secara batin. Ingat, tidak mungkin melakukan shalat secara batin kecuali dengan melakukan latihan olah hati sebagai pendahuluan, dan meninggalkan pendalaman dalam berbagai hal sebelum melakukannya. Seandainya bukan karena keutamaan shalat jama'ah, kami tidak akan melakukannya, dan lebih baik menjalankan shalat sendiri."
Beliau memulai harinya sejak dini hari dan sarat dengan berbagai amal ibadah. Biasanya beliau tidur dan bangun sebelum sebelum subuh untuk melakukan shalat witir dan shalat fajar. Beliau tidur sebagaimana tidurnya Nabi Muhammad SAW, yakni hanya sesaat dan kemudian bangun melakukan kegiatan ibadah kembali hingga adzan subuh.
Selain itu beliau mempunyai kebiasan setiap Jumat sore setelah shalat ashar di Masjid Hujairah, berziarah ke makam Zanbal, makam para salaf Ba'alwi. Menurut Habib Muhammad bin Zain bin Smith, muridnya, dipilihnya waktu sore pada hari Jumat karena itu termasuk saat-saat terkabulnya doa, dan juga merupakan tradisi para salaf.
Mereka yang menghadiri majelisnya, lupa akan kehidupan dunia, bahkan terkadang si lapar pun lupa akan kelaparannya, si sakit hilang rasa sakitnya, dan si demam sembuh dari demamnya. Ini terbukti dari tidak seorang pun yang mau meninggalkan majelisnya.
Beliau amat mencintai para penuntut ilmu dan mereka yang gemar alam akhirat. Beliau tidak pernah jemu terhadap ahli-ahli majelisnya, bahkan mereka senantiasa diutamakan dengan kasih sayang tanpa membuatnya lalai dari mengingat Allah walau sekejap. Beliau pernah menegaskan, " tidak seorang pun yang berada di majelisku menggangguku dari mengingat Allah SWT."
Beliau adalah teladan bagi insan dalam soal pembicaraan dan amalan, mencerminkan akhlak junjungan mulia dan tabiat yang di contohkan Nabi yang mengalir dalam kehidupannya. Beliau memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat dalam hal keagamaan, beliau juga senantiasa menangani segala urusan dengan penuh keadilan dengan menghindari pujian dari orang lain, bahkan senantiasa mempercepat segala  tugasnya tanpa membuang-buang waktu. 


Lautan Ilmu Pengetahuan
Al Habib Umar bin Abdurrahman Al Attos mengatakan , "Habib Abdullah Al Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja di tunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat di zaman ini (abad ke-12)". Al Habib Abdullah Al Aydrus menegaskan kedudukannya bagi kalangan Ba'alwi, Ia mengatakan," Sayyid Abdullah Al Haddad adalah sultan seluruh golongan Ba'alwi". Al Habib Muhammad bin Abdurrahman Madih mengatakan," Mutiara ucapan Habib Abdullah Al Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang, sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini jangan tertipu oleh siapapun, walaupun kamu melihatnya sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan Karomah.
Sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Habib Abdullah Al Haddad, sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat di ukur.
Habib Muhammad bin Zain bin Smith pernah mengatakan, "masa kecil Habib Abdullah Al Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masala-masalah sufistis yang sulit, seperti mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al Faridh, Ibnu Arabi, Ibnu Athailah, dan kitab-kitab Al Ghozali. Beliau tumbuh dari fitrah yang asli dan sempurna dalam kemanusannya, wataknya, dan kepribadiannya".
Habib Ahmad bin Zain Al Habsy seorang murid beliau yang mendapat besar darinya, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, " Seandainya aku dan Tuanku berziarah ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang yang hidup dengan izin Allah SWT. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana beliau setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lautan ilmu pengetahuan yang tiada tepi yang sampai pada tingkatan mujtahid dalam ilmu-ilmu islam, iman, dan ihsan. Beliau adalah mujadid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini.
Kejujuran Mengikuti Syariat
Beliau pernah ditanya tentang masalah karomah, dan beliau menjawab bahwa orang yang mengingkari adanya karomah para wali, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Latha'if Al Minan, karya Syaikh Abu Turab An Nakhsabi, termasuk kufur dana kufur (yakni kufur nikmat).
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa karomah termasuk bagian dari mukjizat para nabi. Hanya saja, bila mukjizat bersifat otonom, karomah para wali hanya bersifat tabi'iyah (mengikut). Yakni, mukjizat menunjukkan kebenaran seorang Rasul, sedangkan karomah seorang wali menunjukkan kejujuran dalam mengikuti syariat Rasul tersebut. Oleh karena itu, ajaran yang diikutinya benar.
Terlambat Menghadapi Suatu Urusan
Penulis buku Tatsbit Al Fuad, Syaikh Ahmad Asy Syajjar, mengatakan, " disaat-saat beliau melakukan semua yang telah menjadi kebiasaannya sehari-hari, pada hari Kamis, 27 bulan Ramadhan 1132 H beliau merasakan penyakitnya yang biasa di derita kambuh kembali. Sejak kambuhnya penyakit itu beliau mulai tidak dapat keluar rumah untuk menunaikan shalat jamaah di masjid. Dan tidak pula memberikan pelajaran-pelajaran sebagaimana yang sudah biasa dilakukan. Beliau hanya dapat keluar rumah hanya pada saat-saat merasa sehat dan kuat. Demikianlah yang beliau lakukan hingga saat penyakitnya bertambah keras dan tidak dapat keluar sama sekali dari rumah. Banyak orang berjubel di depan pintu rumahnya dengan maksud hendak menjenguk".
Pada pagi hari 'Id dua orang sahabat, Habib Zainal Abidin Al Aydrus dan saudaranya datang menjenguk, kepada dua orang sahabat itu beliau berkata,"Sebabnya penyakit ini di samping takdir Allah, menurut hemat saya adalah karena saya terlambat menghadapi suatu urusan seperti pengajaran. Yaitu karena saya mendatangi sayyid-sayyid dari keluarga Al Faqih pada malam Rabu 26 bulan Ramadhan. Padahal Rasulullah SAW pada hari-hari seperti itu meninggalkan semua urusan keduniaan, beliau ber'itikaf, tidak menginap di salah satu rumah istri-istrinya. Demikianlah kebiasaan Rasulullah. Akan tetapi itu saya lakukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban, bukan dorongan selain itu, dan bukan pula karena saya mempunyai keinginan..." Sebagaimana diketahui beliau datang ke pemukiman Al Faqih karena mempunyai seorang istri dari keluarga mereka.
Pada hari-hari terakhir hayatnya beliau sering mengangkat tangan lalu kedua-duanya diletakkan di bawah dada, seperti orang yang sedang shalat. Kemudian telapak tangannya diletakkan pada lutut sambil menggenggam jari-jarinya sambil memegang tasbih, seperti orang yang bertasyahud. Kemudian tepat pada hari ke-40 dari sakitnya, ketika usianya memasuki 88 tahun lebih 9 bulan kurang 3 hari, pada malam selasa tanggal 7 Dzulqo'dah 1132 H/ 11 September 1720 M, Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dengan tenang berpulang ke Rahmatullah di rumah kediamannya di Al Hawi dan kemudian disemayamkan di pemakaman Zanbal, Tarim, Hadromaut. Semoga Allah SWT melimpahkan cucuran rahmatNya kepada beliau.
Makam Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad. 
Wa Allahu A'lam.

Kamis, 16 Februari 2012

Filsafat Eksistensialisme - Martin Heidegger



FILSAFAT EKSISTENSIALISME
MENURUT M. HEIDEGGER

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen : Drs. Usman S,S



Disusun Oleh:
Prahesti Surani (10411084)
Kelas: PAI-B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam filsafat, telah dibahas bahwa dalam garis besarnya filsafat terbagi dalam 3 cabang. Teori pengetahuan yang membicarakan tentang cara memperoleh disebut dengan sistematika epistemologi, dan yang membicarakan tentang hakikat pengetahuan adalah sistematika ontologi, sedangkan yang membicarakan guna atau manfaat pengetahuan adalah sistematika axiologi.
Filsafat sebagai ilmu pengatahuan yang kita pelajari sekarang ini sering nampak sukar, karena memang mengandung pandangan-pandangan yang muluk-muluk yang dalam-dalam dan sukar dimengerti. Akan tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa filsafat itu lalu tidak ada artinya bagi kita, justru sebaliknya. Karena yang dipersoalkan dalam filsafat itu ialah: diri kita sendiri. Filsafat adalah “eksistensial” sifatnya, erat hubungannya dengan hidup kita sehari-hari, dengan adanya manusia sendiri. Hidup kita sendirilah yang memberi bahan-bahan untuk direnungkan. Filsafat berdasar dan berpangkal pada diri kita yang konkrit, pada diri kita yang hidup di dalam dunia dengan segala persoalan-persoalan yang kita hadapi.
Apabila di dalam teori terdapat teori yang macam-macam dan sukar maka hal itu maksud dan tujuannya tidak lain hanya ingin menerangkan kenyataan yang konkrit dan real yang kita alami di dunia kita. Pada waktu sekarang ini makin banyak dititikberatkan pada sifat eksistensial bahwa kita dalam berfilsafat  harus berpangkal pada situasi diri kita sendiri di dalam dunia ini.
Sifat eksistensial inilah yang dijadikan dasar dalam aliran filsafat “Eksistensialisme” yang berkembang pada abad ke-20 ini.   Di pembahasan berikut ini kita akan membahas tentang eksistensialisme.
 
Bografi
 




Martin Heidegger adalah seorang filsuf Jerman yang dipekerjakan ide Husserl tentang fenomenologi dalam upaya untuk lebih memahami sifat "Menjadi" - yaitu, pertanyaan tentang ontologi. Memang, menurut Heidegger hanya ada satu pertanyaan mendasar dalam filsafat: Seinsfrage, atau pertanyaan menjadi. Akibatnya, Heidegger mengembangkan filosofi di mana ia berpendapat bahwa sifat eksistensi manusia melibatkan partisipasi aktif di dunia, terlepas dari apa yang mensyaratkan partisipasi. Ini dia label "berada di sana," dalam Dasein Jerman.
Kompleksitas bahasa Heidegger adalah legendaris dan mengejutkan - tapi tidak seperti filsuf lain begitu banyak niatnya untuk tidak mencoba dan menggali konsep-konsep yang sangat abstrak, melainkan untuk membuat lebih dimengerti aspek yang sangat langsung dan relevan dari pengalaman sehari-hari hidup kita. Baginya, kesalahan kritis yang dibuat dalam banyak filsafat Barat telah menghapus perbedaan antara manusia dan benda.
Heidegger tidak percaya bahwa orang bisa diperlakukan seperti objek pasif dalam arti filosofis karena tidak seperti benda, manusia hanya bisa menaikkan pertanyaan penting tentang keberadaan dan sifat manusia di tempat pertama. Dengan demikian, manusia harus didekati sebagai mempertanyakan, berpikir makhluk - bukan sebagai hal-hal pasif, terpencil, dan impersonal.
Ketika kita berurusan dengan hal-hal pribadi, kita dapat lebih memahami mereka hanya dengan daftar atribut kunci mereka - dan ini umumnya cukup memadai. Tapi manusia tidak memiliki atribut statis yang penting bagi identitas mereka dan yang dapat mengoceh dalam daftar. Sebaliknya, manusia yang pernah terlibat dalam proses menciptakan dan memahami atribut mereka - sebuah proses yang sifatnya menantang pemahaman mudah dari luar. Hanya mereka segera dan erat terlibat di dalamnya bisa memahaminya, dan itu pun hanya dari perspektif mereka sendiri.
Pada akhirnya, proses ini adalah sesuatu yang tergantung pada kesediaan kita untuk membuat keputusan dan membuat komitmen dalam hidup kita. Kita menemukan diri kita "dilemparkan ke dunia," dan di sini kita harus tetap - tetapi untuk menciptakan kehidupan untuk diri kita sendiri kita juga harus membuat diri kita sendiri, tugas terus menerus yang tidak pernah selesai dan yang selalu konsekuensi dari pilihan yang kita harus membuat setiap hari .
Dalam hal ini, Heidegger sangat bergantung pada filsafat Husserl fenomenologi. Seperti Husserl, Heidegger mengambil sangat serius makna asli Yunani dari kata "fenomena," yang secara harfiah berarti "yang mengungkapkan itu sendiri." Bagi Heidegger, yang secara unik manusia juga yang mengungkapkan dirinya dalam proses yang berkelanjutan pilihan, keputusan , komitmen, dan menjadi. Di sini, meskipun, "menjadi" tidak adanya cukup pasif, melainkan itu adalah keterlibatan aktif dengan dunia - sehingga Dasein Jerman, atau "berada di sana," kadang-kadang diterjemahkan sebagai "kehadiran."
Karena itu, Heidegger berpendapat bahwa bagi seseorang "berada di dunia" bukan masalah lokasi spasial dan temporal, melainkan cara berada - sebuah cara hidup, tidak seperti "jatuh cinta" atau "berada dalam politik "ini. Dunia ini tidak wadah impersonal manusia seperti gelas adalah wadah air, melainkan adalah bidang perhatian manusia di mana kita menemukan dan mengembangkan potensi penuh kami.
Ini pertanyaan dari hubungan intim, pemahaman, mempertanyakan, dan berkembang. Kita menemukan kedua dunia kita dan diri kita sendiri tidak melalui pasif, berpikir abstrak tetapi melalui keterlibatan aktif antara diri kita dan yang kita temukan di tangan. Gagasan ini akan datang dianggap sebagai sumber dasar eksistensialis modern yang berpikir karena filsuf kemudian akan sangat tergantung pada analisis Heidegger tentang hakikat eksistensi manusia yang berkaitan dengan keterlibatan seseorang dengan dunia luar.
Filsafat Heidegger terkadang dibayangi oleh dukungan antusias dia menunjukkan untuk Nazi dan kebijakan pendidikan mereka ketika ia menjabat sebagai Rektor Universitas Freiburg 1933-34. Dia tidak hanya publik dikonversi ke Sosialisme Nasional, namun ia juga sengaja menjauhkan diri dari Husserl, seorang filsuf Yahudi yang ia sebelumnya dikagumi. Karena itu, Heidegger diskors dari semua duites mengajar setelah perang 1945-1950. Hanya pada tahun 1951 yang dia diperbolehkan untuk mengajar lagi dan ia pensiun hanya satu tahun kemudian. Ruang lingkup yang tepat dan sifat simpati Nazi tetap menjadi bahan perdebatan.
Kebanyakan orang saat ini cenderung mengklasifikasikan Heidegger sebagai eksistensialis, meskipun ia pernah secara khusus mengadopsi istilah untuk menggambarkan filosofi sendiri. Selain itu, Heidegger juga menjauhkan diri dari eksistensialisme Sartre karena yang terakhir lebih banyak difokuskan pada sifat dari realitas manusia dari pada sifat Menjadi lebih umum. Memang, ini hanya lebih lanjut menggarisbawahi kesulitan dalam mendefinisikan "eksistensialisme" - bagaimana baik Sartre dan Heidegger menjadi eksistensialis ketika mereka akhirnya setuju pada begitu banyak?


BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN EKSISTENSIALISME
Eksistensialisme adalah filsafat yang mengandung segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi.. Pada umunya kata eksistensi berarti keberaduan, tetapi di dalam filsafat eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti yang khusus. Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia. Cara  manusia berada di dalam dunia berbeda dengan cara berada benda-benda. Benda-benda tidak sadar akan keberadaannya, juga yang satu berada di samping yang lain, tanpa hubungan. Tidak demikianlah cara manusia berada. Manusia berada bersama-sama dengan benda-benda itu. Benda-benda itu menjadi berarti karena manusia. Di samping itu, manusia berada bersama-sama dengan sesama manusia. Untuk membedakan dua cara berada ini di dalam filsafat eksistensialisme dikatakan bahwa benda-benda “berada”, sedangkan manusia “bereksistensi”. Jadi, hanya manusialah yang bereksistensi.
Kata eksistensi berasal dari katea eks (keluar) dan sistensi, yang diturunkan dari kata kerja sisto (berdiri, menempatkan). Oleh karena itu, kata eksistensi diartikan menusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya ada.[1] Bereksistensi oleh Heidegger disebut Dasein, dari kata da (di sana) dan sein (berada) sehingga kata ini berarti berada di sana, yaitu di tempat. Manusia senantiasa menempatkan diri di tengah-tengah dunia sekitarnya sehingga ia terlibat dalam alam sekitarnya dan bersati dengannya. Sekalipun demikian menusia tidak sama dengan dunia sekitarnya, tidak sama dengan benda-benda, sebab manusia sadar akan keberadaannya itu. Ajaran eksistensialisme tidak hanya satu. Sebenarnya eksistensialisme adalah suatu aliran filsafat yang bersifat teknis, yang terjelma dalam berbagai macam sistem, yang satu berbeda dengan yang lain. Sekalipun demikian ada juga ciri-ciri yang sama, yang menjadikan sistem itu di antaranya adalah sebagai berikut.[2]
Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu, bersifat humanistis.
  1. Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, bereksistensi berarti berbuat, menjadi, merencanakan.  Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaannya.
  2. Di dalam eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai., yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia terikat pada dunia sekitarnya, terlebih-lebih sesama manusia.
  3. Eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang konkret., pengalaman yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda. Heidegger memberi tekanan kepada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu, Marcel kepada pengalaman keagamaan dan Jaspers kepada pengalaman hidup yang bermacam-macam seperti kematian, penderitaan, perjuangan dan kesalahan.[3]
Eksistensialisme Menurut Martin Heidegger
Martin Heidegger (1889-1976) di lahirkan di Baden, Jerman, dan mempunyai pengaruh besar terhadap beberapa filosof di Eropa dan Amerika Selatan. Ia menerima gelar Doktor dalam bidang filsafat dalam bidang filsafat dari universitas Freiburg di mana ia mengajar dan menjadi asisten Edmund Husserl (pencetus fenomenologi). Menurut M. Heiddegger, eksistensialisme lebih dikenal sebagai bentuk gaya berfilsafat, pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya di tengah-tengah makhluk lainnya. Heidegger dianggap mempunyai pengaruh yang besar atau tidak dapat diabaikan terhadap eksistensialisme. Ia berusaha mengartikan makna keberadaan  atau apa artinya bagi manusia untuk berada. Pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan mendasar dalam cakupan wilayah ontologi (ajaran tentang yang berada).[4] Karangannya yang sangat berkesan ialah Being and Time dan Introduction to Metaphysics. Kebanyakan tulisannya membahas persoalan-persoalan seperti “What is being?” (apa maknanya bila suatu entitas dikatakan ada?), “Why is there something rather than nothing at all?” Begitu juga judul-judul tentang eksistensi manusia, kegelisahan, keterasingan, dan mati.
Heidegger sangat kritis pada manusia pada zaman sekarang. Manusia yang hidup pada zaman modern hidup secara dangkal dan sangat memperhatikan kepada benda, kuantitas, dan kekuasaan personal. Manusia modern tidak mempunyai akar dan kosong oleh karena telah kehilangan rasa hubungan kepada wujud yang sepenuhnya. Benda yang konkrit harus ditingkatkan, sehingga manusia itu terbuka terhadap keseluruhan wujud. Hanya dengan menemukan watak dinamis dari eksistensilah, manusia dapat diselamatkan dari kekacauan dan frustasi yang mengancamnya. Seseorang hanya hidup secara otentik sebagai suatu anggota dari kelompok yang hanya tergoda dengan benda-benda dan urusan hidup sehari-hari. Tetapi, jika ia mau, manusia dapat hidup secara otentik dan memusatkan perhatiannya pada kebenaran  yang ia dapat mengungkapkannya, menghayati kehidupan dalam contoh kematian, dan begitu memandang hidupnya dengan perspektif yang  baru.[5] Beberapa Sifat Eksistensialisme
  1. Eksistensialisme pada dasarnya adalah gerakan protes terhadap filsafat barat tradisional dan masyarakat modern.
  2. Eksistensialisme menolak untuk untuk bergabung kepada sesuatu aliran. Mereka menolak watak teknologi totalitarianisme yang impersonal.
  3. Eksistensialisme membahas soal-soal kedudukan yang sulit dari manusia.
  4. Eksistensialisme menekankan kesadaran “ada” (being), dan eksistensi. Nilai kehidupan Nampak melalui pengakuan terhadap individual, yakni “I” (aku) dan bukan “It”.
  5. Eksistensialis percaya bahwa tak ada pengetahuan yang terpisah dari subjek yang mengetahui. Kita mengalami kebenaran dalam diri kita sendiri. Kebenaran tak dapat dicapai secara abstrak. Oleh karena itu, eksistensialis menggunakan bentuk-bentuk sastra dan seni untuk mengekspresikan perasaan dan suasana hati.
  6. Eksistensialisme menekankan individual, kebebasannya dan pertanggungjawabannya.
  7. Seperti Nietzsche, Sartre mengingkari adanya Tuhan. Manusia tidak diarahkan; ia menciptakan kehidupannya sendiri dan oleh sebab itu ia bertanggung jawab seluruhnya atas pilihan-pilihannya.[6]
BAB  III
KESIMPULAN

Eksistensialisme merupakan suatu gerakan protes dan berontak terhadap filsafat  Barat tradisional dan masyarakat modern terhadap pemecahan masalah yang dilakukan mereka. Aliran eksistensialis cenderung menolak watak teknologi dan totalitarianisme yang yang impersonal. Dan lebih menekan individual, kebebasan dan pertanggungjawabannya. Eksistensialis percaya bahwa tak ada pengetahuan yang terpisah dari subyek yang mengetahui. Kita mengetahui kebenaran yang ada dalam diri kita sendiri dan kebenaran tidak capai secara abstrak. Oleh karena ditu, eksistensialis menggunakan bentuk-bentuk sastra dan seni untuk mengekspresikan perasaan dan suasana hati.



DAFTAR PUSTAKA
M. Rasjidi, Persoalan-Persoalan Filsafat, (Jakarta: P.T. Bulan Bintang, 1984).
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: P.T.Bumi Aksara, 1995).
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: P.T. Bumi Aksara, 2008).


[1] Harun Hadiwijono, 1990, hlm. 148
[2] Harun Hadiwijono (1990)
[3] Ibid., 1990, hlm. 149
[4] Drs. Surajiyo, 2008, hlm. 118
[5] Prof. H.M. Rasjidi, 1984, hlm. 402
[6] Prof. H.M. Rasjidi, 1984, hlm. 407